Jakarta –
Warga Bekasi, Leonardo Olefins Hamonangan, mengajukan gugatan terhadap aturan soal syarat usia dalam lowongan kerja. Dalam perbaikan permohonan, Leonardo membandingkan aturan syarat usia kerja di Jerman, Belanda dengan Indonesia.
“Mengenai batas usia maksimal dalam lowongan pekerjaan di negara Jerman sendiri harus objektif yang jelas dan masuk akal. Kemudian apabila tidak didasarkan tidak masuk akal maka setiap warga negara dapat melakukan gugatan secara perdata,” kata Leonardo seperti dikutip dari situs resmi MK, Rabu (19/3/2024).
Hal itu disampaikan Leonardo dalam sidang Perkara Nomor 35/PUU-XXII/2024 mengenai pengujian materiil Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (18/3). Dia mengatakan aturan seperti di Jerman itu tak ada di Indonesia.
“Sangat disayangkan negara Indonesia tidak ada suatu aturan khusus atau spesifik memberikan kebebasan kepada warga negaranya apabila mengalami diskriminasi atas persyaratan lowongan pekerjaan,” kata dia.
Leonardo menginginkan tidak adanya batasan usia pelamar kerja dalam lowongan pekerjaan. Menurutnya pasal yang diuji ini membuka pintu bagi potensi diskriminasi karena pemberi kerja dapat memilih tenaga kerja berdasarkan kriteria yang tidak relevan dan diskriminatif seperti usia, jenis kelamin, atau etnis.
“Dalam situasi di mana pemberi kerja dapat merekrut tenaga kerja tanpa melalui proses seleksi yang adil atau transparan, pemberi kerja dapat dengan mudah memanfaatkan keadaan tersebut untuk mengeksploitasi tenaga kerja dengan memberlakukan kondisi kerja yang tidak sesuai atau memberikan upah yang rendah. Hal ini dapat menciptakan ketidaksetaraan yang lebih besar dalam hubungan kerja,” ujar Leonardo di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Saldi Isra didampingi Hakim Konstitusi Arsul Sani dan Hakim Konstitusi Anwar Usman.
Dia mengatakan Pasal 35 ayat 1 UU Ketenagakerjaan menghasilkan keterbatasan akses dan kesempatan bagi tenaga kerja untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan dan keahlian mereka. Dia mengatakan pasal itu menimbulkan ketidakpastian hukum karena ketidakjelasannya serta kurangnya pedoman dapat menyebabkan interpretasi yang berbeda-beda dan menciptakan konflik hukum antara pemberi kerja dan tenaga kerja atau pemberi kerja dan regulator.
Dalam petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah menyatakan Pasal 35 ayat (1) UU Ketenagakerjaan bertentangan secara bersyarat dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ‘Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja, dilarang melakukan diskriminasi dalam bentuk apapun sebagaimana yang dimaksud Pasal 5’.
Atau, katanya, ‘Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja atau melalui pelaksanaan penempatan tenaga kerja, dan dilarang membuat klausul terhadap persyaratan persyaratan sebagai berikut: a. usia, b. Agama, c. Etnis, d. Suku, e. Ras, f. Gender, g. Pendidikan. Kecuali ada penilaian yang wajar dapat diterima secara obyektif dan dibenarkan secara Peraturan Perundang-undangan’. Atau, ujar pemohon, ‘Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja atau melalui pelaksanaan penempatan tenaga kerja, dilarang melakukan tindakan, pernyataan maupun bentuk lainnya yang terkesan menjatuhkan harkat martabat dan dapat menghambat tenaga kerja mengikuti seleksi lamaran pekerjaan’.
Sebelum menutup persidangan, Saldi Isra mengatakan permohonan akan disampaikan ke Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk menentukan apakah permohonan akan diputus tanpa sidang pleno atau diputus setelah adanya sidang pleno. Dia juga mengingatkan mulai akhir pekan ini, MK akan fokus pada penanganan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) sehingga pemohon diminta bersabar.
“Tapi siapa tahu nanti kalau satu/dua hari ini kami sempat bisa membahasnya siapa tahu Saudara cepat mendapat kabar,” kata Saldi.
Simak juga ‘Momen Ketua MK Lantik Satgas Sengketa Pemilu 2024’:
(haf/dwia)