Jakarta –
Dalam hukum perdata dikenal asas pacta sunt servanda atau perjanjian menjadi undang-undang bagi para pihak. Namun, bagaimana bila perjanjian itu terkait janji nikah siri gegara hamil duluan?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik’s Advocate yang dikirimkan lewat surat elektronik. Berikut isinya:
Kronologis kejadiannya:
Teman saya meniduri seorag wanita. (Laki-laki usia 25 tahun, wanita usia 20 tahun). Dan wanita itu hamil dan menuntut untuk dinikahi oleh teman saya.
Teman saya tidak mau menikah dikarenakan merasa itu bukan anak teman saya. Karena usia kehamilan dengan berhubungan intim tidak sesuai dengan hitungan.
Dari pihak wanita menuntut untuk dinikahkan sehingga menimbulkan sengketa kedua pihak. Karena pihak wanita akan melaporkan ke pihak berwajib karena dari pihak laki-laki tidak mau bertanggung jawab untuk menikah. Maka dari pihak laki-laki karena takut dipenjara akhirnya bertanggungjawab dengan menikah siri.
Setelah menikah siri dari pihak wanita menuntut untuk menikah sah dan membayar semua biaya persalinan. Saat itu pihak wanita bawa aparat. Sehingga pihak laki-laki ketakutan dan merasa tertekan.
Karena merasa keluarga laki-laki tidak punya apa-apa dan termasuk orang tidak mampu, maka pihak laki-laki akhirnya menyetujui perjanjian yang telah ditulis dengan menggunakan meterai dengan isi perjanjian tersebut.
Yang ingin ditanyakan oleh saya, apakah apabila dari pihak laki-laki tidak menepati janji di atas meterai tersebut seperti tidak mau menikah sah, apakah akan dipenjara?
Bagaimana hubungan dengan hukumnya kak?
Mohon bantuannya untuk penjelasannya kak.
Untuk menjawab hal tersebut, kami meminta jawaban dari advokat Destiya Nursahar SH. Berikut jawabannya:
Melakukan hubungan seksual dapat dijerat pidana perzinaan berdasarkan KUHP lama Pasal 284 atau UU No 1 Tahun 2023 (KUHP baru) Pasal 411 yang mulai akan berlaku pada tahun 2026, apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh pria dan wanita yang salah satunya ataupun keduanya sama-sama telah memiliki pasangan dan hanya bisa diproses hukum apabila terdapat laporan dari suami/istri pelaku ataupun orang tua/anak pelaku bagi yang belum dewasa (tidak terikat perkawinan), karena pasal perzinaan merupakan jenis delik aduan.
Sedangkan bagi pasangan yang telah dewasa dan belum menikah atau sama-sama tidak sedang dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain lalu melakukan hubungan selayaknya suami istri atas dasar suka sama suka tidak dapat dikenakan pasal perzinaan dan tidak ada konsekuensi hukum yang berlaku untuk mempidanakan perbuatan tersebut. Oleh karena itu apabila hubungan tersebut menyebabkan pihak wanita kemudian hamil, maka pihak laki-laki tidak bisa dilaporkan ke pihak yang berwajib.
|
Berdasarkan kronologi yang anda sampaikan bahwa kemudian pihak wanita kemudian menuntut pihak laki-laki untuk menikahinya secara resmi dan menanggung semua biaya persalinan dengan memaksa pihak laki-laki untuk menandatangani perjanjian yang isinya menyetujui tuntutannya tersebut.
Sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata, salah satu syarat sahnya suatu perjanjian adalah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak. Oleh karena itu apabila perjanjian ditandatangani oleh salah satu pihak dalam keadaan terpaksa atau di bawah tekanan maka dianggap tidak memenuhi unsur kesepakatan sehingga perjanjian tersebut dapat dibatalkan sebagaimana telah diatur juga dalam Pasal 1323 KUHPerdata
“Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang mengadakan suatu persetujuan mengakibatkan batalnya persetujuan yang bersangkutan, juga bila paksaan itu dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan dalam persetujuan yang dibuat itu”.
Langkah hukum yang dapat kami sarankan pada pihak laki-laki agar segera mengurus pembatalan perjanjian dengan cara mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri sesuai yang telah diatur dalam perjanjian atau di mana perjanjian tersebut dibuat. Apabila gugatan diterima, putusannya akan berupa putusan konstitutif yang akan meniadakan suatu keadaan hukum ataupun menimbulkan keadaan hukum baru atas dibatalkannya perjanjian tersebut.
Perlu diketahui bahwa perjanjian merupakan hubungan keperdataan, dan penyelesaiannya merupakan domain hukum perdata sehingga seseorang tidak bisa dihukum pidana penjara atas dasar tidak menepati perjanjian, kecuali terdapat unsur pidana yang melekat dalam perjanjian tersebut apabila dilakukan dengan iktikad buruk untuk menguntungkan diri sendiri dengan melawan hak dan merugikan salah satu pihak. Misalnya menggunakan identitas palsu, keadaan palsu, tipu muslihat atau perkataan bohong hingga membuat pihak tersebut memberikan barang/membuat utang/ menghapus piutang. Apabila terdapat unsur tersebut, pelaku dapat dijerat pidana penipuan pasal 378 KUHP.
Semoga membantu.
Regards,
Destiya Nursahar SH
(Partner di Saksono & Suyadi Law Firm)
Tentang detik’s Advocate
detik’s Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
|
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Kami harap pembaca mengajukan pertanyaan dengan detail, runutan kronologi apa yang dialami. Semakin baik bila dilampirkan sejumlah alat bukti untuk mendukung permasalahan Anda.
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidakbisadigugat.
(asp/HSF)