Polresta Bandara Soekarno-Hatta mengamankan 9 orang calon pekerja migran Indonesia (PMI) yang hendak diberangkatkan ke negara Serbia secara ilegal. Polisi menyebut para korban diminta untuk membayar uang Rp 60-75 juta untuk bisa bekerja di sana.
“Bahwa rata-rata 9 CPMI dimintai biaya proses keberangkatan ke Serbia untuk bekerja sebesar Rp 60-75 juta,” kata Wakapolresta Bandara Soetta AKBP Ronald Fredy Christian Sipayung kepada wartawan, Minggu (24/3/2024).
Ronald mengatakan, para korban dijanjikan akan bekerja di pabrik kayu atau mebel. Para calon PMI ini diiming-imingi gaji sebesar Rp 7-20 juta setiap bulannya.
“Para 9 CPMI dijanjikan gaji sebesar Rp 7-20 juta per bulan oleh saudara J untuk bekerja di pabrik kayu atau mebel atau furniture yang berada di Serbia,” ujarnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Bandara Soetta Kompol Z Reza Pahlevi menambahkan para korban mengenal tersangka saat tengah mengurus visa. Menurutnya, salah seorang tersangka berprofesi sebagai petugas yang melayani pembuatan visa.
“Dalam pendalaman penyidik diketahui juag bawa para korban mengenal para pelaku berawal dari penawaran pembuatan visa. Karena tersangka utama dari sindikat ini sehari-harinya berprofesi sebagai petugas yang melayani pembuatan visa. Dari situ tak berhasil memperdaya korban untuk meminta sejumlah uang dan mengimingi pekerjaan tetep di Serbia,” ucap Reza.
Kepada polisi, para tersangka mengaku sudah pernah mengirimkan PMI ilegal ke Serbia. Namun hingga kini pihak kepolisian masih melakukan pendalaman.
“Sindikat ini telah berhasil memberangkatkan korban lainnya yang saat ini masih dalam pendataan kami. Kami juga bakal koordinasi dengan stakeholder terkait baik imigrasi, BP3MI juga tidak menutup kemungkinan kami akan koordinasi dengan teman-teman atau kolega yang ada di Kemenlu,” imbuhnya.
Modus Perjalanan Wisata
Sebelumnya, AKBP Ronald mengatakan modus yang dilakukan tersangka menyelundupkan calon pekerja migrain Indonesia (PMI) secara ilegal ke Serbia adalah perjalanan wisata.
“Ada rencana perjalanan yang dilakukan para tersangka dengan tujuan untuk mengelabui seolah-olah menyamarkan bahwa 10 orang yang akan berangkat ini bertujuan untuk melakukan kegiatan wisata,” kata Ronald kepada wartawan, Minggu (24/3).
Ronald mengatakan kasus tersebut terungkap pada Minggu (17/3) pekan lalu. Saat itu pihak imigrasi memeriksa 10 orang yang hendak berangkat ke Kuala Lumpur, Malaysia.