TNI AU sukses mengirimkan bantuan makanan kepada masyarakat di jalur Gaza. Ada cerita menegangkan hingga menyentuh di balik misi kemanusiaan tersebut.
Misi itu berlangsung selama 14 hari sejak 29 Maret 2024. 27 personel yang dipimpin oleh Kolonel Pnb Noto Casnoto lalu tiba ke Tanah Air pada 11 April kemarin.
Kolonel Noto mengaku ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi pasukan saat menuntaskan misi. Rasa khawatir terhadap situasi Gaza yang masih berkecamuk pun muncu di hati. Berikut rangkuman cerita di balik suksesnya misi kemanusiaan yang merupakan inisiasi Menhan Prabowo Subianto dan Raja Yordania Abdullah II tersebut:
14 Hari Arungi Misi Kemanusiaan
Mission Commander Kolonel Penerbang (Pnb) Noto Casnoto menceritakan misi pengiriman bantuan logistik ke Palestina yang berlangsung selama 14 hari. Demi kesuksesan misi, mereka bekerjasama dengan Yordania. Misi yang diberi sandi Solidarity Path Operation itu menggunakan pesawat C-130J Hercules untuk pengiriman bantuan. Paket bantuan itu lalu diterjunkan dari udara ke drop zone di Jalur Gaza.
Bantuan itu terdiri dari 20 paket, masing-masing berbobot 160 kilogram. Paket itu diterjunkan dengan metode low cost low altitude dengan ketinggian 2.000 kaki.
“Total operasi ini 14 hari. Kemudian logistik yang kami bawa dari Jakarta sebanyak 900 payung. Itu digunakan dan diserahkan kepada pemerintah Yordania menurunkan bantuan logistik di Palestina,” kata Kolonel Noto Casnoto kepada wartawan di Lanud Halim Perdanakusuma, Kamis (11/4/2024).
Dalam menjalankan misi itu, Kolonel Noto dibantu dengan 15 kru. Mereka juga didampingi oleh personel lain dua orang dari Dinas Penerangan, dua orang dari pengamanan pesawat, dan empat orang wakil Mabes TNI.
Foto: Kolonel Penerbang Noto Casnoto (Taufiq/detik)
|
Noto menceritakan proses yang terjadi selama 14 hari itu berangkat mulai 29 Maret 2024 hingga tiba di Jakarta 11 April 2024. Dalam perjalanannya, mereka sempat singgah di New Delhi, Abu Dhabi hingga Yordania.
“Ketika kami dari Abu Dhabi, baru langsung ke Yordania dan setibanya di sana tentu kami harus koordinasi. Kordinasi dengan kedutaan setempat. Waktu itu kami diterima langsung oleh Pak Dubes,” jelasnya.
“Kedutaan setempat waktu itu kami diterima langsung oleh Pak Dubes RI untuk Yordania. Setelah itu keesokan harinya kami diundang melaksanakan briefing. Kami ada rapat dengan Royal Jordan Airforce di markas besarnya. Kami koordinasi di sana, setelah itu hari kelima kami diundang koordinasi teknis langsung,” bebernya.
Ketika briefing di Yordania, pesawat Hercules telah diisi logistik masing-masing. Karena tak hanya satu pesawat yang diterbangkan, mereka juga diberi interval waktu jeda untuk terbang.
Upaya itu dilakukan untuk menjaga jarak antara pesawat satu dan lainnya. Sehingga saat melakukan air drop semua pesawat bisa melakukannya dengan cara aman.
“Begitu pun sama, di rute penerbangan pun sama. Jadi dari poin ke poin kami harus benar-benar disiplin, menjaga jarak antar pesawat lima menit, tidak boleh terlalu dekat atau jauh,” ucapnya.
“Kemarin itu, kami di Jalur Gaza. Tepatnya jadi prosedur penerjunan itu sudah ada masing-masing area dropingnya. Jadi semua negara yang terlibat itu sudah dibagi-bagi untuk droping areanya,” sambungnya.
Alami Gangguan GPS Jamming
Kolonel Noto bercerita soal momen kritis saat menjalankan misi pengiriman bantuan ke Palestina menggunakan pesawat C-130J Hercules. Momen itu saat pesawat kehilangan GPS ketika melakukan penerbangan menuju jalur Gaza.
Momen atau gangguan itu biasa disebut dengan GPS jamming, gangguan GPS yang membuat pesawat tidak dapat menerima sinyal GPS. Kendati begitu pesawat masih punya sistem navigasi dari input lain untuk menentukan posisinya.
Tentu saja momen itu berbahaya, jika tidak bisa menentukan posisi, pesawat bisa beralih ke jalur lain atau menuju ke arah lain. Gagalnya menentukan arah berarti berpotensi menggagalkan misi.
“Kami mengalami GPSnya suddenly hilang, sehingga kami harus mapping secara manual, kemudian menerbangkan secara konvensional,” kata Kolonel Noto kepada wartawan.
Dalam misi itu Kolonel Noto bahu membahu dengan pilot Letkol Penerbang Alfonsus Fatma Astana Duta sebagai Komandan Unsur Pesawat C130 Hercules. Mereka juga bersama 15 kru udara dan delapan pendamping dari Mabes TNI, Dispen, dan Pengamanan Pesawat.
Kata Noto, momen GPS jamming adalah hal paling menantang saat menerbangkan Hercules di atas udara kawasan konflik. Mereka menyadari betul akan bahaya dan risikonya.
“Itu yang paling menantang. Kami tidak pernah melihat medannya seperti apa. Kemudian kami pada saatnya berangkat itu sudah diwarning bahwa daerah itu adalah daerah operasi dan itu sedang aktif daerahnya. Sehingga kemungkinan besar terjadinya jamming radio, jamming navigasi itu itu sangat mungkin terjadi,” jelasnya.
Hal yang dikhawatirkan pun terjadi, GPS jamming dialami Hercules yang berada di bawah kendalinya. Berkat kesabaran dan keuletan Noto dan kawan-kawan, mereka pun keluar dari kritis tersebut.
“Dan itu terjadi, jadi untuk itu kemarin kami sudah siap dengan segala pola operasinya sehingga kami juga kemarin menerbangkan pesawat ini secara manual,” ungkapnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya: