Jakarta –
Eks ajudan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), Panji Hartanto, dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi. Panji mengungkap SYL membebankan biaya renovasi perbaikan rumah anaknya menggunakan anggaran di Kementerian Pertanian (Kementan).
Mulanya, jaksa menanyakan potongan uang 20 persen yang diminta SYL dari eselon I di Kementan. Panji menyebut permintaan uang itu sebagai uang haram yang disampaikannya dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Rabu (17/4/2024).
“Terkait BAP saudara, saudara menyatakan adanya perintah pengumpulan uang haram itu tadi ya di BAP saudara. Sesungguhnya uang-uang haram itu selain tadi yang dikemukakan oleh hakim anggota adanya mutasi jabatan, kepegawaian, dan lain-lain itu, ada perintah langsung bahwa sebenernya ada 20 persen dari anggaran masing-masing itu. Itu sepengetahuan saudara, uang haram 20 persen itu memotong anggaran atau apa?” tanya jaksa.
“Kalau sepengetahuan saya memotong anggaran,” jawab Panji.
“Memotong anggaran masing-masing apa?” tanya jaksa.
“Eselon I,” jawab Panji.
Panji mengatakan uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi SYL. Dia mengatakan dirinya mengikuti perintah dan arahan dari SYL terkait permintaan anggaran di Kementan.
“Itu untuk kepentingan pribadi dia dan keluarganya atau bagaimana yang saudara tahu?” tanya jaksa.
“Yang saya tahu ya dari bapak untuk bapak. Kepentingan bapak,” jawab Panji.
“Seberapa sering untuk kepentingan keluarganya dikeluarkan, dibebankan kepada anggaran itu? Sepengetahuan saudara yang saudara ingat, untuk tadi membayar pembantu, untuk membeli rumah, apa lagi?” tanya jaksa.
“Ya paling saya arahan dari bapak sih,” jawab Panji.
“Apa saja? karena ini terkait dengan dana-dana yang menyatakan kerugian negara,” cecar jaksa.
“Untuk biaya kalau ada acara kawinan, sumbangan,” jawab Panji.
Panji mengatakan SYL membebankan kebutuhan pembayaran dokter untuk kecantikan anaknya menggunakan anggaran di Kementan. Selain itu, Panji mengatakan SYL juga menggunakan anggaran di Kementan untuk perbaikan atau renovasi rumah anaknya.
“Terkait dengan dana-dana untuk keluarga, ini contoh saja untuk membayar pembantu, untuk kebutuhan keluarganya tuh apa saja? Tadi untuk biaya ke dokter?” tanya jaksa.
“Ke dokter,” jawab Panji.
“Apa lagi? Karena di sini yang saudara kemukakan tuh hanya Rp 10 juta, Rp 10 juta. Apakah ada anggaran lain yg lebih banyak dari itu?” tanya jaksa.
“Ke dokter, terus untuk rumah tangga,” jawab Panji.
“Rumah tangga itu rumah tangga siapa?” tanya jaksa.
“Rumah tangga anak bapak,” jawab Panji.
“Anaknya bapak, dibiayain juga?” tanya jaksa.
“Biasanya,” jawab Panji.
“Itu rumah tangga dalam artian bagaimana?” tanya jaksa.
“Biaya perbaikan-perbaikan,” jawab Panji.
“Perbaikan-perbaikan apa?” tanya jaksa.
“Rumah,” jawab Panji.
Panji mengatakan SYL juga membebankan biaya pembelian onderdil kendaraan anaknya menggunakan anggaran di Kementan. Dia mengaku meminta anggaran itu ke biro umum di Kementan.
“Biasa saya kalau disuruh bapak aja suruh bayar ke dokter, ke dokter. Biasanya yang kecantikan-kecantikan gitu,” kata Panji.
“Jadi untuk anak yang perempuan,” tanya jaksa.
“Perempuan,” jawab Panji.
“Anak yang laki-laki?” tanya jaksa.
“Yang laki-laki biasa pembelian. Pembelian onderdil kendaraan biasanya,” jawab Panji.
“Itu dibebankan juga ke mentan juga?” tanya jaksa.
“Dibebankan. Saya minta ke biro umum,” jawab Panji.
“Lalu biro umum bayar langsung atau saudara yang bayar?” tanya jaksa.
“Biasa biro umum bisa ke saya, saya kasihkan ke Aliandri atau Pak Ubadiah atau langsung ke orangnya transfer orang biro umum,” jawab Panji.
Sebagai informasi, SYL didakwa menerima melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar. Dia didakwa bersama dua eks anak buahnya, yakni Sekjen Kementan nonaktif Kasdi dan Direktur Kementan nonaktif M Hatta. Kasdi dan Hatta diadili dalam berkas perkara terpisah.
(mib/ygs)