Jakarta –
Siswa SMK di Kabupaten Nias Selatan (Nisel), Sumatera Utara (Sumut), bernama Yaredi Nduru (17) mengalami sakit hingga meninggal dunia usai diduga dianiaya oleh kepala sekolahnya, SZ (37). SZ pun buka suara memberikan penjelasan.
Dilansir detikSumut, Kamis (18/4/2024), dalam keterangan tertulis SZ yang disampaikan kepada Dinas Pendidikan Sumut, kejadian itu berawal pada Jumat (15/3) pagi. Saat itu, dirinya dihubungi oleh Sekertaris Camat Siduaori Yasozisokhi Nduru karena ada permasalahan dengan siswa-siswi yang tengah Praktek Kerja Industri (Prakerin) di kantor camat itu. Korban diketahui juga ikut prakerin di kantor camat tersebut.
“Saya dihubungi Pak Sekcam Siduaori menanyakan apakah siswa yang sedang prakerin itu bisa disuruh kerja atau tidak. Dengan dadakan saya jawab bisa Pak Sekcam, mohon dimaklumi siswa kita sedang prakerin. Lalu, jawaban Pak Sekcam, kalau tidak mau diarahkan lebih baik dijemput siswa tersebut hari Senin 18 Maret 2024,” demikian keterangan SZ.
Lalu, pada 16 Maret SZ menyuruh salah seorang guru untuk mengumpulkan seluruh siswa prakerin dalam ruangan kelas XI. Setelah berkumpul, SZ pun masuk ke ruangan itu.
Kemudian, SZ menanyakan apakah ada kendala selama melakukan prakerin. Saat itu, semua siswa menjawab tidak ada masalah. Pertanyaan itu berkali-kali ditanyakan oleh SZ, dan jawaban semua siswa tetap sama.
Setelah itu, SZ menanyakan secara khusus kepada siswa-siswi yang prakerin di kantor Camat Siduaori. Pada saat itu, siswa-siswi tersebut menjawab tidak ada masalah.
“Akhirnya saya suruh mereka untuk maju ke depan khusus laki-laki peserta prakerin yang ditempatkan di kantor camat. Setelah mereka maju ke depan sejumlah lima orang, kembali saya mempertanyakan apakah ada masalah, mereka menjawab tidak ada pak. Saya tanyakan lagi, baru mereka menjawab ada. Setelah mendengar jawaban dari mereka saya mengepalkan tangan sambil mendorong kening mereka. Saya melontarkan pernyataan, tidak mungkin Bapak Sekcam Siduaori menghubungi saya kalau tidak ada permasalahan. Emang gila Pak Camat Siduaori marah-marah tanpa sebab?” tanya SZ.
Pertanyaan SZ itu dijawab oleh salah seorang siswa dengan mengatakan bahwa Camat Siduaori memang gila. Saat itu, siswa tersebut tertawa dan diikuti oleh siswa lainnya yang berada di ruangan itu.
SZ pun lalu mendorong kening para siswa itu sembari mengatakan ‘sudah salah malah ketawa’. Setelah itu, SZ menyuruh tiga siswi yang juga prakerin di kantor camat untuk maju. SZ menanyakan kesalahan yang dilakukan oleh para siswi itu. Ketiga siswi itu pun menyampaikan kesalahan yang mereka lakukan.
Kemudian, SZ memberikan imbauan kepada para siswa untuk bekerja dengan baik saat prakerin dan menjaga nama baik sekolah. Lalu SZ meninggalkan ruangan itu karena ada acara.
Setelah itu, pada 18 Maret 2024, siswa-siswi tersebut, termasuk korban, kembali prakerin di kantor camat. Pada saat itu, Sekcam sempat menanyakan kondisi kesehatan anak-anak tersebut.
Para siswa itu menyampaikan bahwa mereka dalam kondisi baik-baik saja. Begitupun keesokan harinya.
Namun, pada 20-22 Maret, Yaredi tidak hadir lagi ke kantor camat itu tanpa ada informasi yang jelas. Begitu juga pada tanggal 23 Maret, Yaredi tidak hadir ke sekolah.
Lalu, pada 24 Maret malam, Yaredi datang ke rumah temannya untuk bermain game mulai dari pukul 21.00 WIB hingga pukul 05.00 WIB. Setelah itu, sekira pukul 05.30 WIB, korban pergi menuju Situs Megalith Tetegewo dengan alasan ingin mengambil baju.
Pada siang harinya, teman korban menghubungi korban dan menanyakan kenapa tidak hadir prakerin. Saat itu, Yaredi mengatakan bahwa dirinya tengah meriang. Begitupun keesokan harinya, korban mengaku kepalanya pusing. Kemudian, sejak tanggal 27-30 Maret, tidak diketahui pasti kondisi dari Yaredi.
“Pada 31 Maret malam, pihak keluarga menghubungi salah satu guru menginformasikan bahwa Yaredi sakit karena dipukul kepala sekolah,” ujarnya.
Simak selengkapnya di sini.
(fas/idn)