Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengeluarkan Keputusan Menteri Nomor 31 Tahun 2024 (KM 31/2004) tentang Penetapan Bandar Udara Internasional dengan menetapkan 17 bandara dari sebelumnya 34 sebagai bandara internasional. Pengamat penerbangan, Alvin Lie berharap keputusan tersebut memotivasi setiap daerah mengembangkan potensi daerahnya untuk menarik warga negara lain datang ke Indonesia, baik untuk berwisata maupun kepentingan bisnis.
“Harapan saya adalah dengan pemerintah sekarang menetapkan 17 bandara International ini, menjadi motivasi bagi yang 17 ini maupun daerah-daerah lain yang belum berstatus International untuk mengembangkan potensi daerahnya baik itu perdagangan, perindustrian, wisata atau apapun agar menarik bagi pelaku bisnis, wisata dari negara lain untuk mengunjungi,” kata Alvin kepada wartawan, Sabtu (27/4/2024).
Alvin menuturkan Keputusan menteri (KM) yang diterbitkan ini nantinya bisa diubah sesuai dengan kebutuhan. Sehingga, menurutnya, bandara yang berstatus internasional nantinya juga bisa bertambah menyesuaikan kebutuhan.
“Saya melihat bahwa keputusan ini bentuknya KM, KM itu bisa dengan sangat cepat diubah tidak dengan UU. Kalau memang KM saat ini hanya membatasi 17 daerah atau 17 bandara International, itu dapat sewaktu-waktu diubah kalau memang ada potensinya yaitu memang dibutuhkan adanya penerbangan dari negara-negara lain ke daerah di Indonesia,” ujarnya,
“Kemudian KM ini sifatnya adalah mengatur untuk penerbangan reguler tapi tidak menutup kemungkinan bandara-bandara yang statusnya domestik ini tetap bisa melayani penerbangan rute International dengan catatan yaitu jenis-jenisnya adalah penerbangan International yang sifatnya insidental atau ad hoc,” lanjutnya.
Alvin mendorong daerah yang menjadi bagian dari 17 bandara internasional itu untuk mengembangkan daya tarik daerahnya di kancah internasional. Dia berharap status bandara internasional yang ditetapkan itu tidak hanya dijadikan sebagai status semata.
“Harapan saya bagi daerah-daerah yang menginginkan ada bandaranya melayani rute internasional secara reguler ya silakan mempromosikan daerahnya di luar negeri membangun daya tarik perdagangan perindustrian atau pertanian sehingga menarik pelaku perjalanan dari negara lain. Jangan hanya menyandang stasus internasional hanya karena gengsi atau prestasi politik saja. Ada kata internasionalnya,” ucapnya.
“Jadi KM 31 ini bukan vonis mati, ini adalah proses penyederhanaan agar rute-rute penerbangan international itu dapat dikonsentrasikan dan bandara-bandara kita ini tidak hanya menjadi feeder bagi Singapur maupun Malaysia. Dengan harapan juga efektifitas perjalanan udara ini juga dapat mendukung maskapai-maskapai penerbangan di Indonesia,” sambungnya.
Sementara, Alvin menyampaikan untuk bandara lain yang tidak ditetapkan sebagai bandara internasional untuk tidak berkecil hati. Dia mengatakan secara kualitas bandara internasional dan non internasional sama, hanya saya bandara internasional memiliki fasilitas tambahan seperti Imigrasi dan Beacukai.
“Saya juga perlu tegaskan bandara-bandara di Indonesia, baik yang berstatus domestik maupun internasional itu semua kualitasnya sama, standar kualitasnya sama, dalam arti standar keselamatan, fasilitas navigasi, fasilitas penerbangan sama, yang membedakan bandara yang melayani rute internasional ada fasilitas Imigrasi costume atau Beacukai dan karantina serta bandara yang melayani rute internasional tentunya menyediakan gedung khusus atau bagian dari terminal itu khusus melayani penerbangan dari internasional karena harus melewati proses imigrasi pabean dan karantina. lain-lain sama, jadi tidak perlu berkecil hati kalau tidak berstatus internasional tidak baik, itu tidak benar,” ucapnya.