Jakarta –
Mantan Kasubag Pengadaan Biro Umum pada Kementerian Pertanian (Kementan), Abdul Hafidh, dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan gratifikasi dan pemerasan dengan terdakwa eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). Hafidh mengatakan ada permintaan pembuatan kafe untuk cucu SYL, Tenri Bilang Radisyah di Kementan.
“Lalu terkait permintaan-permintaan yang cucunya ya, Tenri Bilang Radisyah ya, itu pembuatan kafe segala itu bagaimana maksudnya ini?” tanya hakim anggota Ida Ayu Mustikawati dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Senin (29/4/2024).
“Minta itu arahan waktu itu arahan dari kepala biro, Yang Mulia, untuk dibuatkan disiapkan kafe yang ada di Kementan, Yang Mulia,” jawab Hafidh.
Hafidh mengatakan pembangunan kafe itu telah dilakukan. Dia mengatakan anggaran pembangunan kafe diperoleh dari Dirjen Tanaman Pangan.
“Lalu?” tanya hakim.
“Ya sudah disiapkan, kemarin sampai itu, tahap terakhir kita nggak sampai melanjutkan karena sudah dipindahkan Yang Mulia, tapi sempat melaksanakan awalnya kita mengadakan pembuatan kafe, Yang Mulia,” jawab Hafidh.
“Oke. Selanjutnya itu beberapa kali ?” tanya hakim.
“Itu anggaran kalau tidak salah itu dari tanaman pangan, Yang Mulia,” jawab Hafidh.
Hakim lalu mencecar Hafidh terkait pemberian uang ke cucu SYL, Tentri, setiap berkunjung ke Kementan, yang menggunakan anggaran patungan atau dana sharing pejabat Eselon I. Hafidh mengatakan uang itu tak diberikan rutin di setiap kedatangan Tentri melainkan berdasarkan permintaan.
“Gaji saudara berapa saudara kasih? Bisa ngasih itu dari uang sharing juga? atau dari mana itu?” tanya hakim.
“Iya, dari sharing Yang Mulia, sama pinjaman Yang Mulia,” jawab Hafidh.
“Dari sharing dan pinjaman, saudara kasih setiap datang ke kantor. Seberapa sering itu cucunya datang ke kantor?” tanya hakim.
“Tidak setiap, hanya kebutuhan aja pas permintaan aja, Yang Mulia,” jawab Hafidh.
“Atas permintaan?” tanya hakim.
“Iya, tidak tiap hari datang atau setiap datang dikasih,” jawab Hafidh.
“Minta ke saudara langsung atau gimana?” tanya hakim.
“Tidak, itu tetap arahan tetap dari atasan,” jawab Hafidh.
Hafidh mengatakan Tentri tak meminta uang langsung kepadanya. Dia mengaku memberikan uang ke Tentri sesuai arahan yang diberikan Kepala Biro.
“Arahan dari?” tanya hakim.
“Kepala biro, kita berjenjang, tidak langsung kita memberikan. Arahan dipanggil Kepala Biro, tolong siapkan, ya kita siapkan, terus kita arahkan ke teman-teman kita kumpulkan, dibawa Pak Gempur atau Pak Isnar menyiapkan itu,” jawab Hafidh.
Biaya Sewa Kantin Anak SYL
Pada persidangan tersebut, jaksa KPK juga mencecar Hafidh terkait pembuatan kantin untuk anak SYL, Indira Chunda Thita. Jaksa membacakan BAP Hafidh yang menerangkan ada kantin yang digunakan Thita namun biaya sewanya dibebankan ke Kementan.
“Tadi saksi juga menyebutkan, atas pertanyaan majelis hakim, ada untuk anaknya Pak Menteri ya, antara lain Indira Chunda Thita, Kemal Redindo dan cucunya. Tadi disebutkan ada juga untuk kantin sebagaimana keterangan saksi. Mohon, izin Yang Mulia, di BAP nomor 20 Yang Mulia, ‘Bahwa kebutuhan keluarga Syahrul Yasin Limpo yang saya ketahui antaranya untuk saudari Indira Chunda Thita anak kandung Syahrul Yasin Limpo, poin pertama. Kantin di Kementerian Pertanian digunakan oleh Indira untuk berusaha namun yang membayar sewa masuk PNPB adalah kami kami’ benar ini?” tanya jaksa.
“Siap,” jawab Hafidh.
Jaksa menanyakan biaya sewa kantin tersebut. Hafidh mengatakan kantin itu dibayar dengan biaya sewa Rp 1,8 juta per bulan.
“Berapa ini sewa yang saudara bayarkan? berapa nilai sewa yang saudara saksi bayarkan?” tanya jaksa.
“Sebulannya Rp 1,8 juta kalau nggak salah,” jawab Hafidh.
Hafidh mengatakan Biro Umum tak membayarkan biaya sewa kantin tersebut. Dia mengatakan tunggakan biaya sewa itu menjadi temuan di inspektorat jenderal Kementan.
“Jadi tunggakan istilahnya?” tanya jaksa.
“Iya, temuan nanti di Irjen,” jawab Hafidh.
“Ada jadi temuan, itu yang harus dibayarkan?” tanya jaksa.
“Iya,” jawab Hafidh.
Sebagai informasi, SYL didakwa menerima melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar. Dia didakwa bersama dua eks anak buahnya, yakni Sekjen Kementan nonaktif Kasdi dan Direktur Kementan nonaktif M Hatta. Kasdi dan Hatta diadili dalam berkas perkara terpisah.
(mib/whn)