Jakarta –
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, akan menjalani sidang etik terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dalam mutasi jabatan di Kementerian Pertanian (Kementan). Masyarakat Antikorupsi (MAKI)menilai perbuatan Ghufron itu sebagai pelanggaran etik berat.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, awalnya membandingkan kasus etik Ghufron di Kementan ini dengan kasus etik yang pernah dialami oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arif Hidayat. Saat itu Arif Hidayat dianggap melanggar etik di sebagai hakim MK saat terlibat kasus ‘menitip’ jaksa.
“Jika mengacu pada putusan yang pernah ada berkaitan dengan Pak Arif Hidayat dulu waktu Ketua MK menitip jaksa untuk dibina sebagai anak yang baik, itu kan sama sekali tidak ada urusan mutasi atau promosi bahkan, tidak ada kepentingan lain. Tapi bahwa menitip itu dianggap melanggar kode etik dan dinyatakan bersalah melanggar kode etik Pak Arif Hidayat waktu itu,” kata Boyamin saat dihubungi, Senin (29/4/2024).
Boyamin menilai perbuatan Ghufron dalam mengurus mutasi pegawai di Kementan memiliki kadar pelanggaran yang lebih tinggi dibandingkan kasus titip jaksa dari Arif Hidayat. Dia mengatakan kasus Ghufron memiliki kepentingan yang bersifat pragmatis di dalamnya.
“Jadi kalau Pak Ghufron saya yakin ini apapun mengurus PNS apalagi ini mutasi, ada kepentingan di situ yang lebih sifatnya pragmatis yaitu mutasi apalagi dalam rangka mengikuti suaminya di Malang,” terang Boyamin.
Dia yakin Dewan Pengawas (Dewas) KPK akan memutus bersalah Nurul Ghufron. Boyamin juga menyoroti proses mutasi yang dibantu Ghufron itu bisa dinilai pelanggaran berat merujuk pada Kementan yang telah menjadi ‘pasien’ KPK. Dia mengatakan ada pasal di UU KPK yang telah dilanggar oleh Nurul Ghufron.
“Karena pada saat Pak Nurul Ghufron mengurus mutasi ini pada saat itu Kementerian Pertanian telah menjadi pasiennya KPK, sudah ada penyelidikan perkara-perkara di Kementerian Pertanian yang sampai sekarang belum tuntas penyidikannya. Sementara yang telah tuntas penyidikan kan dugaan gratifikasi terhadap Pak SYL. Tapi bahwa Kementerian Pertanian saat itu sudah menjadi pasiennya KPK,” tutur Boyamin.
“Jadi pada saat itu Pak Nurul Ghufron mengurus mutasi istilahnya menjadi pasiennya KPK Kementerian Pertanian, itu pelanggaran berat menurut saya. Sanksinya sanksi berat diminta mengundurkan diri. Memenuhi kualifikasi Pasal 36 UU KPK di mana pimpinan KPK dilarang berhubungan langsung dan tidak langsung kepada pasien KPK,” sambungnya.
Ghufron Minta Pegawai Kementan Dimutasi ke Malang
Kasus dugaan penyelewengan kewenangan jabatan yang dilakukan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam proses mutasi pegawai di Kementan tengah bergulir. Dewas KPK mengatakan telah mengantongi bukti sehingga kasus itu naik ke tahap sidang etik.
“Menurut Dewan Pengawas dilihat cukup bukti lah kita lanjutkan ke sidang etik,” kata anggota Dewas KPK Albertina Ho di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Jumat (26/4).
Albertina memang belum memerinci soal bukti yang telah dikantongi Dewas KPK dalam kasus etik Ghufron tersebut. Namun, ia menyebut ada riwayat komunikasi yang terjadi antara Ghufron dan pihak Kementan.
Dia mengatakan Nurul Ghufron diduga pernah meminta seorang pegawai di Kementan yang bekerja di Jakarta dimutasi ke daerah Jawa Timur.
“Dia itu meminta untuk memindahkan salah seorang pegawai dari Kementerian Pertanian di pusat ini ke Jawa Timur, ke Malang,” jelas Albertina.
Kasus tersebut telah naik ke sidang etik. Dewas KPK akan mulai menggelar sidang pada Kamis (2/5) mendatang.
(ygs/jbr)