Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Bagas Kurniawan, menyatakan keprihatinan atas kasus pencemaran nama baik yang menjerat mantan Wakil Sekertaris Jenderal (Wasekjen) PB HMI Akbar Idris. Bagas mengatakan Pengadilan Negeri Bulukumba telah menggelar sidang putusan terkait kasus ini, dan menjatuhkan sanksi pidana 1 tahun 6 bulan penjara ke Akbar Idris.
“Saya prihatin dengan perkara yang menimpa saudara saya Akbar Idris ini. Beliau adalah salah satu kader terbaik kami yang selama ini fokus dalam kaderisasi. Tentu dengan persoalan yang sedang beliau hadapi, kami dari PB HMI akan selalu mengawal prosesnya. Putusan hukum akan selalu kami hormati, tetapi selama masih ada langkah hukum lainnya maka itu akan kami maksimalkan” kata Bagas Kurniawan dalam keterangan tertulis, Selasa (30/4/2024).
Dari keterangan tertulis PB HMI, sidang putusan itu digelar kemarin (29/4). Bagas Kurniawan mengaku telah memerintahkan Ketua Bidang Hukum, Pertahanan dan Keamanan PB HMI Rifyan Ridwan Saleh, untuk memberikan pendampingan kepada Akbar Idris semaksimal mungkin.
Untuk diketahui Akbar Idris tersandung kasus dugaan pencemaran nama baik Bupati Bulukumba Andi Muchtar Ali Yusuf. Dalam dakwaan penuntut umum, Akbar Idris yang tergabung dalam grup WhatsApp bernama PBHMI melihat postingan selebaran digital yang membahas dugaan tindak pidana korupsi pada Pemerintahan Kabupaten Bulukumba pada 13 Juli 2023 sekira pukul 18.55 WIB.
“Sebagian besar penguasa saat ini seperti tidak senang ketika dikritik, juga tidak senang diajak berdiskusi. Sebagai kilas balik, kita semua pasti ingat perkara ketika Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti,” ucap Rifyan Ridwan Saleh.
“Tetap akhirnya diputus bebas di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Apa bedanya dengan perkara yang menimpa saudara kita Akbar Idris? Padahal jika dibandingkan Pak Bupati dan Pak Luhut sangatlah jauh berbeda powernya,” tutur Rifyan.
Rifyan juga menjelaskan bahwa Pasal yang digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti sama dengan yang digunakan di kasus Akbar Idris, yakni diduga melanggar Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.