KPK tengah mengusut kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tersangka mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). KPK tidak menutup kemungkinan bakal menjerat keluarga SYL dengan TPPU.
“Ya sangat-sangat dimungkinkan ketika terpenuhi unsur kesengajaan. Turut menikmati dari hasil kejahatan. Yang itu nanti terbukti terlebih dahulu kejahatan korupsinya,” kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri di gedung KPK, Jakarta, Kamis (2/5/2024).
Ali menjelaskan, jika ada pihak yang menerima hasil TPPU dan mengetahuinya, maka bisa dijerat hukum. Ali mengatakan harta yang dikategorikan sebagai TPPU juga bisa diukur.
“Bisa dihukum? Bisa, karena penyelenggara negara itu kan penghasilannya bisa terukur setiap waktu setiap bulan misalnya berapa sehingga ketika perolehan sebuah rumah apakah dia pas dengan profilnya,” ucapnya.
Ali mengatakan pihak tersebut bisa dikenakan pasal TPPU pasif. Di mana pihak tersebut bukan pelaku TPPU, tapi turut menikmati hasil kejahatan.
“Maka jatuhnya dia menikmati dari hasil kejahatan korupsi yang berubah jadi aset yang itu artinya TPPU dan dia bisa dikenakan TPPU pasal pasif. Bukan pelaku TPPU tapi dia turut menikmati dari kejahatan,” ucapnya.
Sebelumnya dalam sidang lanjutan kasus dugaan gratifikasi dan pemerasan dengan terdakwa eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) di PN Tipikor Jakarta, Senin (29/4/2024). Jaksa KPK mencecar Kasubag Pengadaan Biro Umum pada Kementerian Pertanian (Kementan), Abdul Hafidh terkait pembuatan kantin untuk anak SYL, Indira Chunda Thita. Jaksa membacakan BAP Hafidh yang menerangkan ada kantin yang digunakan Thita namun biaya sewanya dibebankan ke Kementan.
“Tadi saksi juga menyebutkan, atas pertanyaan majelis hakim, ada untuk anaknya Pak Menteri ya, antara lain Indira Chunda Thita, Kemal Redindo dan cucunya. Tadi disebutkan ada juga untuk kantin sebagaimana keterangan saksi. Mohon, izin Yang Mulia, di BAP nomor 20 Yang Mulia, ‘Bahwa kebutuhan keluarga Syahrul Yasin Limpo yang saya ketahui antaranya untuk saudari Indira Chunda Thita anak kandung Syahrul Yasin Limpo, poin pertama. Kantin di Kementerian Pertanian digunakan oleh Indira untuk berusaha namun yang membayar sewa masuk PNPB adalah kami kami’ benar ini?” tanya jaksa.
“Siap,” jawab Hafidh.
Jaksa menanyakan biaya sewa kantin tersebut. Hafidh mengatakan kantin itu dibayar dengan biaya sewa Rp 1,8 juta per bulan.
“Berapa ini sewa yang saudara bayarkan? berapa nilai sewa yang saudara saksi bayarkan?” tanya jaksa.
“Sebulannya Rp 1,8 juta kalau nggak salah,” jawab Hafidh.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.