Jakarta –
Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri mengungkap peran lima tersangka dalam kasus penipuan bermodus manipulasi data email atau business email compromise. Tindakan kejahatan tersebut merugikan perusahaan asal Singapura mencapai Rp 32 miliar.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Himawan Bayu Aji, mengungkap kelima tersangka yakni, CO alias O, EJA, DM, YC, dan I. Dua tersangka yakni CO dan EJA merupakan WN Nigeria.
“Menangkap 5 orang tersangka, yang terdiri dari 4 orang laki-laki dan 1 orang wanita, di mana 2 di antaranya adalah warga negara asing yaitu warga negara Nigeria,” kata Himawan saat dalam jumpa pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (7/5/2024).
Himawan menerangka kasus terebut berawal dari tersangka CO yang meminta DM dan EJA untuk mencari orang membuat email palsu serta rekening bank penampung.
“Tersangka WN Nigeria CO atau O yang berperan memerintahkan dan menyuruh L dan E untuk mencari orang guna membuat perusahaan dengan nama PT Huttons Asia International,” terang Himawan.
Dari situ, kemudian EJA bekerja sama dengan DM merekrut YC dan I untuk melakukan pembuatan perusahaan palsu dengan nama PT Huttons Asia Internasional. EJA bersama DM juga disebut membantu CO membuat rekening yang digunakan untuk menampung uang hasil kejahatan.
Adapun tersangka DM diketahui sebagai residivis Polda Metro Jaya atas perkara yang sama pada tahun 2018. Dia juga terlibat dalam perkara uang palsu di Bareskrim Polri pada tahun 2020.
“(DM alias L) Merekrut YC dan I untuk melakukan pembuatan perusahaan palsu dengan nama PT Hutons Asia Internasional atas perintah O, otak dari PT Hutons Asia Internasional,” jelas dia.
Sementara I bersama-sama dengan YC juga berperan membuat perusahaan fiktif dengan nama PT Hutons Asia Internasional. Keduannya mendapat komisi masing-masing lima persen dan sepuluh persen dari uang hasil kejahatan yang diperoleh sindikat itu.
Lebih jauh Himawan menyebut, kelima tersangka bisa menjalani aksi jahatnya berkat peran hacker WN Nigeria inisial S. Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan S sebagai buron.
Sebagai informasi, kasus ini berawal dari adanya laporan Kepolisian Singapura kepada Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri tanggal 18 Agustus 2023. Menindaklanjuti hal itu, Polisi menerbitkan laporan polisi yang teregister A/12/VIII/SPKT tertanggal 18 Agustus 2023.
Para tersangka dalam kasus ini melakukan manipulasi kompromi pembayaran melalui komunikasi email antara perusahaan Kingsford Huray Development LTD dengan PT Huttons Asia. Dengan memakai email PT Huttons Asia Internasional, tersangka seolah-olah menjadi PT Huttons Asia yang asli. Padahal, PT Huttons Asia Internasional bukan bagian dari PT Huttons Asia.
“Scam yang melibatkan perusahaan Kingsford Huray Development LTD yang telah mentransfer dana kepada PT Huttons Asia Internasional, namun diinformasikan bahwa email tersebut bukan milik PT Huttons Asia,” ucap dia.
Dari para tersangka penyidik berhasil mengamankan barang bukti berupa uang sejumlah Rp32 miliar, 4 buah paspor, 12 unit handphone, 1 unit laptop, 1 unit flash disk, 5 buku tabungan, dan 20 buah kartu ATM.
Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 51 ayat 1 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dam Transaksi Elektronik dan/atau pasal 378 KUHP dan Pasal 55 ayat 1 KUHP serta Pasal 82 dan Pasal 85 UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana dan/atau Pasal 3, Pasal 5, ayat 1, Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 20 tahun penjara.
(ond/idn)