Jakarta –
Jaksa KPK menghadirkan Sub Koordinator Pemeliharaan Biro Umum dan Pengadaan Kementan, Ignatius Agus Hendarto dalam sidang lanjutan kasus dugaan gratifikasi dan pemerasan dengan terdakwa mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). Ignatius mengatakan SYL menggunakan anggaran renovasi rumah dinas untuk renovasi rumah pribadi.
Ignatius mengatakan rumah pribadi yang direnovasi itu berlokasi di Jalan Limo, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Pada persidangan di PN Tipikor Jakarta, Senin (6/5/2024), Ignatius mengaku tak tahu pasti apakah rumah pribadi itu merupakan milik SYL atau keluarganya.
“Menurut informasi atau yang pengetahuan saudara, itu punya siapa rumah itu?” tanya ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh dalam persidangan.
“Rumah pak menteri atau mungkin keluarganya,” jawab Ignatius.
“Jangan mungkin. Itu saudara saksi dapat informasi dari mana?” tanya hakim.
“Saya tahu dari Pak Ubed (Ubaidillah, penjaga rumah dinas SYL di Widya Chandra),” kata Ignatius.
Ignatius mengatakan ada perbaikan atau renovasi yang dilakukan di rumah yang berlokasi di Limo, Jakarta Selatan tersebut. Namun, Ignatius mengaku tak ingat jumlah uang yang dikeluarkan Kementan untuk biaya renovasi tersebut.
“Baik, apa yang saudara kerjakan di rumah Limo itu?” tanya hakim.
“Ya perbaikan-perbaikan yang diminta Saudara Ubed,” jawab Ignatius.
“Berapa anggarannya yang pernah saudara keluarkan?” tanya hakim.
“Saya kurang, sudah lupa, Yang Mulia,” jawab Ignatius.
Ignatius mengatakan laporan pertanggungjawaban (SPJ) renovasi rumah pribadi itu akhirnya dituliskan untuk renovasi rumah dinas. Dia menyebut jumlah biaya yang dikeluarkan untuk renovasi itu mencapai Rp 20 juta.
“Renovasi rumah jabatan menteri atau rumah pribadi menteri?” tanya hakim.
“Ya disebutnya di situ rumah jabatan akhirnya, Yang Mulia,” jawab Ignatius.
“Tapi, kan, yang bisa saudara keluarkan anggaran, kan, hanya untuk rumah jabatan? Sementara ini faktanya saudara mengerjakan rumah pribadi yang di Limo? Tapi, disebutkannya di situ rumah jabatan?” cecar hakim.
“Siap Yang Mulia,” jawab Ignatius.
“Kok bisa keluar uang itu? Biasanya berapa? Ratusan juta? Miliar?” tanya hakim.
“Nggak sampai miliar, Pak. Ya ada yang 20 (juta) ada yang, tapi saya lupa, Yang Mulia,” jawab Ignatius.
Renovasi Rumah Anak SYL
Sebelumnya, eks ajudan SYL, Panji Hartanto, dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi. Panji mengungkap SYL membebankan biaya renovasi perbaikan rumah anaknya menggunakan anggaran di Kementan.
Mulanya, anggota majelis hakim Ida Ayu Mustikawati menanyakan potongan uang 20 persen yang diminta SYL dari eselon I di Kementan. Panji menyebut permintaan uang itu sebagai uang haram yang disampaikannya dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Rabu (17/4).
“Terkait BAP saudara, saudara menyatakan adanya perintah pengumpulan uang haram itu tadi ya di BAP saudara. Sesungguhnya uang-uang haram itu selain tadi yang dikemukakan oleh hakim anggota adanya mutasi jabatan, kepegawaian, dan lain-lain itu, ada perintah langsung bahwa sebenernya ada 20 persen dari anggaran masing-masing itu. Itu sepengetahuan saudara, uang haram 20 persen itu memotong anggaran atau apa?” tanya hakim.
“Kalau sepengetahuan saya memotong anggaran,” jawab Panji.
“Memotong anggaran masing-masing apa?” tanya hakim.
“Eselon I,” jawab Panji.
Panji mengatakan uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi SYL. Dia mengatakan dirinya mengikuti perintah dan arahan dari SYL terkait permintaan anggaran di Kementan.
“Itu untuk kepentingan pribadi dia dan keluarganya atau bagaimana yang saudara tahu?” tanya hakim.
“Yang saya tahu ya dari bapak untuk bapak. Kepentingan bapak,” jawab Panji.
“Seberapa sering untuk kepentingan keluarganya dikeluarkan, dibebankan kepada anggaran itu? Sepengetahuan saudara yang saudara ingat, untuk tadi membayar pembantu, untuk membeli rumah, apa lagi?” tanya hakim.
“Ya paling saya arahan dari bapak sih,” jawab Panji.
“Apa saja? karena ini terkait dengan dana-dana yang menyatakan kerugian negara,” cecar hakim.
“Untuk biaya kalau ada acara kawinan, sumbangan,” jawab Panji.
Panji mengatakan SYL membebankan kebutuhan pembayaran dokter untuk kecantikan anaknya menggunakan anggaran di Kementan. Selain itu, Panji mengatakan SYL juga menggunakan anggaran di Kementan untuk perbaikan atau renovasi rumah anaknya.
“Terkait dengan dana-dana untuk keluarga, ini contoh saja untuk membayar pembantu, untuk kebutuhan keluarganya tuh apa saja? Tadi untuk biaya ke dokter?” tanya hakim.
“Ke dokter,” jawab Panji.
“Apa lagi? Karena di sini yang saudara kemukakan tuh hanya Rp 10 juta, Rp 10 juta. Apakah ada anggaran lain yg lebih banyak dari itu?” tanya hakim.
“Ke dokter, terus untuk rumah tangga,” jawab Panji.
“Rumah tangga itu rumah tangga siapa?” tanya hakim.
“Rumah tangga anak bapak,” jawab Panji.
“Anaknya bapak, dibiayain juga?” tanya hakim.
“Biasanya,” jawab Panji.
“Itu rumah tangga dalam artian bagaimana?” tanya hakim.
“Biaya perbaikan-perbaikan,” jawab Panji.
“Perbaikan-perbaikan apa?” tanya hakim.
“Rumah,” jawab Panji.
Sebagai informasi, SYL didakwa menerima melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar. Dia didakwa bersama dua eks anak buahnya, yakni Sekjen Kementan nonaktif Kasdi dan Direktur Kementan nonaktif M Hatta. Kasdi dan Hatta diadili dalam berkas perkara terpisah.
(mib/whn)