Jakarta –
LBH Pers turut menyoroti draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran terbaru. Direktur LBH Pers Wahyudin mendesak DPR RI mengevaluasi dan mencabut pasal-pasal dalam RUU Penyiaran yang bertentangan dengan UU Pers.
“Pandangan kami tidak jauh berbeda dengan AJI dan Dewan Pers. Iya harus ada evaluasi dan mencabut pasal-pasal yang bertentangan dengan UU Pers,” kata Wahyudin saat dihubungi, Minggu (12/5/2024).
Wahyudin pun mengaku heran dengan Draft RUU Penyiaran yang paling baru. Dia penasaran dengan latar belakang dan tujuan masuknya pasal-pasal yang bertentangan dengan UU Pers.
“Yang sebenarnya membuat penasaran kami adalah apa latar belakang dan tujuan masuknya pasal tersebut, hal ini penting dijelaskan oleh perumus RUU,” ucap dia.
Dia mengaku aneh lantaran DPR RI tidak mengetahui bahwa konten jurnalistik dilindungi oleh UU Pers. “Aneh, harusnya sebagai perumus sudah memahami betul bahwa konten jurnalistik itu adalah konten yang dilindungi UU. Khusunya UU Pers,” lanjutnya.
Pernyataan Dewan Pers
Dewan Pers sebelumnya mengkritik draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran terbaru. Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers Yadi Hendriana menganggap RUU tersebut berbahaya bagi kebebasan pers dan tumpang tindih dengan UU Pers.
“Dalam draf yang kami terima sebagai bahan rapat Baleg (Badan Legislasi DPR) 27 Maret 2024, RUU ini berbahaya bagi kebebasan pers dan ada kewenangan yang tumpang tindih dengan UU Nomor 40 tentang Pers,” kata Yadi kepada wartawan, Minggu (12/5).
Yadi meminta DPR menjaring aspirasi dari kelompok masyarakat dalam penyusunan RUU. “DPR sebaiknya meminta masukan masyarakat pers dan civil society,” ujarnya.
Yadi menyoroti setidaknya dua poin dalam RUU itu. Dia mengkritik adanya aturan bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dapat menyelesaikan sengketa jurnalistik.
“Sebagai contoh, Pasal 8A huruf q dalam RUU yang dibahas Badan Legislasi DPR pada 27 Maret 2024 menyatakan KPI boleh menyelesaikan sengketa jurnalistik di bidang penyiaran. Pasal ini tentu akan bertentangan dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999,” kata dia.
(maa/imk)