Jakarta –
Wakil Presiden (Wapres) ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla akan menjadi saksi dalam persidangan mantan Dirut Pertamina Galaila Karen Agustiawan. Sidang digelar hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Diketahui, JK akan menjadi saksi kasus dugaan korupsi pembelian liquefied natural gas (LNG) atau gas alam cair. JK disebut bakal hadir di PN Jakpus pada hari ini, Kamis (16/5/2024) pukul 10.00 WIB.
“(JK) Akan hadir sebagai saksi,” kata juru bicara JK, Hussein Abdullah, kepada wartawan, Rabu (15/5/2024).
Dalam sidang sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan Karen Agustiawan. Sidang kasus dugaan korupsi terkait pembelian LNG atau gas alam cair itu lanjut ke tahap pembuktian.
“Mengadili, satu, menyatakan nota keberatan Terdakwa Galaila Karen Agustiawan dan dari tim penasihat hukum Terdakwa tidak dapat diterima,” kata ketua majelis hakim Maryono dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Senin (4/3).
Hakim menyatakan surat dakwaan yang dibuat jaksa KPK terhadap Karen telah cermat dan lengkap. Hakim memerintahkan jaksa menghadirkan saksi dan membuktikan dakwaannya dalam persidangan selanjutnya.
“Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi nomor 12/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst atas nama Terdakwa Galaila Karen Agustiawan berdasarkan surat dakwaan penuntut umum tersebut,” ujar hakim.
Tanggapan KPK
KPK menanggapi dipanggilnya JK sebagai saksi. KPK mengatakan pemanggilan saksi jadi hak prerogratif jaksa jika memang diperlukan.
“Ini menjadi hak prerogatif dari jaksa kalau memang diperlukan untuk keterangannya begitu ya di persidangan siapapun itu warga negara Indonesia atau bukan warga negara Indonesia pun yang diperlukan keterangannya di persidangan tentu akan dihadirkan,” kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur di gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/5).
Asep mengatakan selalu menyampaikan bahwa keterangan telah disampaikan oleh suatu pihak maka jaksa akan membuktikannya. Namun tidak perlu semua pihak dihadirkan, jika keterangan yang ada sudah dirasa sesuai satu sama lain.
“Anggaplah 10 orang dari 10 orang ini keterangannya sama tidak mungkin juga harus 10-nya dihadirkan, cuman 3 misalkan atau 4 orang dihadirkan dengan keterangan yang sama tersebut tidak perlu 10-10-nya, jadi itu menjadi hak prerogatifnya dari jaksa,” kata Ali.
(dwia/jbr)