Jakarta –
Keramaian tentang pernyataan pejabat Kemendikbud soal pendidikan tinggi termasuk tertiary education, turut disinggung dalam rapat kerja Komisi X DPR RI bersama Mendikbudristek Nadiem Makaim. Dirjen Pendidikan Tinggi dan Ristek Abdul Haris memberi penjelasan mengenai hal tersebut.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf yang mengawali pertanyaan ke Kemendikbud mengenai pernyataan Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie, bahwa pendidikan pendidikan tinggi bersifat tertiary education.
“Kita ingin bertanya masalahnya bukan soal sekunder atau tersier saja tetapi apakah bonus demokrasi ke depan mau kita capai dengan kita hanya mengandalkan wajib belajar 12 tahun,” ujar Dede dalam rapat kerja di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/5/2024).
Sentilan serupa juga disampaikan oleh wakil ketua Komisi X DPR lainnya, Abdul Fikri Faqih. Ia meminta penjelasan apakah pendidikan di Indonesia merupakan kebutuhan untuk publik atau hanya bagi perseorangan.
“Ini kalau public goods ya berarti APBN harus datang, harus hadir, berarti harus banyak, nggak bisa pendidikan murah itu nampaknya tidak ada di negara lain. Negara lain juga alokasinya besar-besar semuanya,” kata Fikri.
“Jadi kalau nanti cenderung ke itu komersialisasi dan sebagainya ya sudah jangan dibawa Kemendikbudristek, ya di bawah BUMN saja. Jadi mungkin PT penyedia jasa pendidikan Indonesia umpamanya begitu,” lanjutnya.
Dirjen Dikti lantas menjawab kritikan itu. Dia mengatakan pendidikan adalah hal yang utama dan pihaknya akan terus meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
“Dan saya pikir sama dari catatan Pak Fikri terkait dengan tersier kami juga memahami bahwa ini terus terang kita akan coba memanfaatkan bahwa pendidikan ini adalah sesuatu yang utama sehingga kita bisa terus meningkatkan dari sisi kualitas sumber daya manusia Indonesia ke depan,” ujar Haris.
“Dan juga untuk terus meningkatkan dari sisi kualitas dan relevansinya agar tentu kita menghasilkan SDM unggul yang bisa membawa Indonesia Maju, Indonesia Emas 2045,” imbuhnya.
(dwr/gbr)