Jakarta –
Jaksa KPK membacakan tanggapan atas eksepsi atau keberatan yang disampaikan tim kuasa hukum hakim agung nonaktif Gazalba Saleh di kasus gratifikasi dan TPPU. Jaksa mengatakan surat dakwaan terhadap Gazalba telah disusun secara cermat dan lengkap.
“Bahwa dalam surat dakwaan penuntut umum telah menguraikan secara cermat, jelas dan lengkap terhadap isi perbuatan terdakwa,” kata jaksa KPK saat membacakan tanggapan atas eksepsi Gazalba dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Senin (20/5/2024).
Jaksa menanggapi keberatan kuasa hukum Gazalba yang menyebut Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) tak berwenang memeriksa dan mengadili kasus tersebut. Jaksa mengatakan PN Jakpus berwenang mengadili kasus Gazalba sesuai ketentuan Pasal 84 ayat 3 KUHAP dan meminta hakim menolak keberatan tersebut.
“Oleh karena baik dalam dakwaan pertama maupun dakwaan kedua tindak pidana yang didakwakan kepada masyarakat terdakwa dilakukan di beberapa daerah hukum pengadilan tindak pidana korupsi yaitu pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya dan pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk dakwaan pertama serta pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung dan pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan negeri Jakarta Pusat untuk dakwaan kedua. Maka masing-masing dari tim pengadilan tindak pidana korupsi tersebut berwenang memeriksa dan mengadili sehingga penuntut umum memilih pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo sebagaimana ketentuan Pasal 84 ayat 3,” kata jaksa.
“Oleh karena pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang memeriksa dan mengadili perkara a quo, sehingga argumentasi penasihat hukum terdakwa tersebut di atas sudah selayaknya dinyatakan ditolak atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima dan dikesampingkan,” imbuhnya.
Jaksa juga menanggapi keberatan kuasa hukum Gazalba yang menyebut pelanggaran kode etik bukan merupakan tindak pidana korupsi dan tidak termasuk kewenangan penuntut umum. Jaksa mengatakan pihaknya menghubungkan perbuatan Gazalba dengan kewajibannya selaku hakim agung yang tak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Bahwa arguementasi penasihat hukum adalah dalih bukan dalil, perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa sebagaimana hasil penyidikan telah kami tuangkan dalam surat dakwaan di mana terdakwa didakwa melakukan tindak pidana korupsi, menerima gratifikasi,” kata jaksa.
“Di dalam pasal tersebut salah satu unsurnya yaitu yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sehingga penuntut umum menghubungkan perbuatan terdakwa dengan kewajiban terdakwa selaku hakim agung RI yang juga dikualifikasikan sebagai penyelenggara negara yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang undangan yang berlaku dan mengikat kepada terdakwa,” tambahnya.
Jaksa KPK meminta majelis hakim menyatakan surat dakwaan terhadap Gazalba dinyatakan memenuhi syarat formil dan materil. Dia juga meminta majelis hakim menolak seluruh eksepsi Gazalba dan menetapkan pemeriksaan perkara ini dilanjutkan ke tahap pembuktian.
“Kami mohon kepada majelis hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini untuk, satu, menolak keberatan atau eksepsi yang diajukan penasihat hukum terdakwa Gazalba Saleh,” ujar jaksa.
Sebelumnya, HGazalba Saleh didakwa jaksa KPK menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Gazalba didakwa menerima gratifikasi secara bersama-sama senilai Rp 650 juta.
“Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, menerima gratifikasi yaitu menerima uang sejumlah Rp 650.000.000,00 dari Jawahirul Fuad terkait perkara kasasi Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022, yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, yaitu berhubungan dengan jabatan Terdakwa selaku Hakim Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia,” kata jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan di PN Tipikor Jakarta, Senin (6/5/2023).
Jaksa KPK mengatakan gratifikasi itu diterima Gazalba dari Jawahirul Fuad terkait perkara kasasi Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022. Jawahirul merupakan pemilik usaha UD Logam Jaya yang mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin dan diputus bersalah dengan vonis 1 tahun penjara.
“Atas permasalahan hukum tersebut, Jawahirul Fuad ditetapkan sebagai tersangka kemudian menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jombang. Berdasarkan Putusan Nomor 548/Pid.B/LH/2020/PN Jbg tanggal 07 April 2021 Jawahirul Fuad dinyatakan bersalah dengan dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun, dan pada tingkat banding putusan tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya dengan Putusan Nomor 485/PID.SUS-LH/2021/PTSBY tanggal 10 Juni 2021,” ujar jaksa.
(mib/isa)