Jakarta –
Anggota Komisi X DPR RI Fraksi Golkar, Nur Purnamasidi, menyebut anggaran Kartu Indonesia Pintar (KIP) masuk dalam anggaran bantuan social (bansos). Kemendikbud Ristek lantas mengklarifikasi hal tersebut tak ada kaitannya.
Nur Purnamasidi menyampaikan hal itu dalam rapat kerja Komisi X DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/5/2024). Nur mengatakan sebelumya kritik terkait anggaran KIP masuk ke belanja bansos tak direspons pihak Badan Anggaran (Banggar) DPR.
“Kalau misalnya kewenangannya menurut saya harus benar-benar kita pastikan. Nggak bisa kita berhenti nggak bisa, apa lagi di Banggar ini saya tahu persis anggaran KIP masuk belanja bansos, kan ini bahaya. Saya dua kali sampaikan di Banggar dan itu pun nggak direspons. Menurut saya ini ada PP Nomor 18 Tahun 2022,” ujar Nur dalam rapat.
Nur meminta klarifikasi dari Mendikbud, Nadiem Makarim, yang hadir dalam rapat tersebut. Ia ingin semua anggaran pendidikan diolah oleh Kemendikbud Ristek.
Sekjen Kemendikbud Ristek, Suharti, mengatakan bansos hanya jenis dari pembelanjaan saja. Ia menyebut meskipun masuk belanja sosial, fungsi yang diimplementasikan tetap untuk kebutuhan pendidikan.
Suharti menegaskan bahwa tidak ada kaitannya KIP dengan program bansos. Ia menyebut yang dimaksud adalah belanja bantuan sosial yang masuk dalam penganggaran Kemendikbud Ristek.
“Jadi meskipun masuk kategori belanja sosial itu masuk fungsi pendidikan. Jadi tidak ada hubungannya dengan kesinambungan program itu atau tidak. Jadi ketika kita menganggap itu masih penting, prioritas, maka itu akan dapatkan tetap masuk dalam APBN hanya jenis belanjanya adalah belanja bantuan sosial,” ujar Suharti.
Ia menyebut ada tujuh jenis belanja di Kemendikbud Ristek untuk anggaran. Salah satunya belanja tak terduga hingga belanja bantuan sosial.
“Jadi bantuan sosial itu hanya jenis belanjanya saja Pak, jadi di dalam APBN itu mengenal ada 7 jenis belanja,” ujar Suharti.
“Belanja pegawai untuk gaji dan sebagainya, kemudian belanja modal yang menghasilkan aset, kemudian ada belanja barang pengeluaran tetapi tidak menghasilkan aset, subsidi atau hibah kemudian ada belanja tak terduga biasanya untuk bencana-bencana, kemudian belanja bunga dan belanja sosial,” imbuhnya.
(dwr/rfs)