Jakarta –
Putra dari eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), Kemal Redindo atau Dindo, mengakui menikmati pembayaran tiket pesawat kelas bisnis untuk perjalanan Makassar-Jakarta dari Kementerian Pertanian (Kementan). Hakim menyentil Dindo karena kebiasaan tersebut.
Mulanya, ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh menanyakan permintaan pembelian tiket oleh Dindo ke Kementan. Pada persidangan yang digelar di PN Tipikor Jakarta, Senin (27/5/2024), Dindo mengaku kebiasaan pembayaran tiket pesawat oleh Kementan bermula saat Biro Umum memintanya melapor jika ingin pulang ke Jakarta atau kembali ke Makassar.
“Itu saudara untuk pemblian tiket pesawat itu apakah benar saudara meminta ke Rizki?” tanya hakim.
“Jadi izin menjelaskan Yang Mulia, jadi awal-awal pada saat Pak Menteri itu menjadi menteri itu kami kebiasaan untuk beli sendiri, sehingga ada waktunya dari Biro Umum itu memberitahukan kepada kami bahwa kalau ada yang mau berangkat silakan lapor aja ke kami. Jadi itu yang menjadi kebiasaan kami untuk meminta Yang Mulia, seperti itu. Jadi sama dengan penempatan juga itu, penempatannya kami biasanya di kursi bukan bisnis, tiba-tiba dikasih ke bisnis, jadi kita juga cuma ikut aja Yang Mulia, izin,” jawab Dindo.
Dindo mengaku tak ingat Biro Umum era siapa yang menawarinya terkait pembelian tiket pesawat tersebut. Menurutnya, penawaran pembayaran itu disampaikan oleh Biro Umum bukan melalui mantan ajudan SYL, Panji Hartanto.
“Tadi saudara menjelaskan awalnya saudara membeli sendiri, tiket-tiket untuk perjalanan saudara ke Jakarta ya, tiba-tiba saudara ditawari oleh siapa yang menawari saudara?” tanya hakim.
“Dari biro umum, Yang Mulia,” jawab Dindo.
Dindo mengatakan awalnya dirinya membeli tiket pesawat secara mandiri. Namun, permintaan dan penawaran agar melapor ke Biro Umum sehingga dibelikan tiket akhirnya menjadi sebuah kebiasaan.
“Jadi saudara yang menawarkan diri untuk membeli atau menelfon seperti Rizki tadi atau mereka yang menawarkan kepada saudara?” tanya hakim.
“Ya awalnya mereka yang menawarkan, menjadi kebiasaan, jadi kami kalau setiap mau berangkat harus melapor ke mereka, gitu,” jawab Dindo.
“Oh gitu jadi artinya kebiasaan?” tanya hakim.
“Iya,” jawab Dindo.
Hakim menyebut kebiasaan pembayaran tiket pesawat oleh Kementan untuk Dindo sebagai kebiasaan yang buruk. Hakim menyentil Dindo aji mumpung merasakan tiket pesawat gratis tersebut.
“Tahu ndak saudara kebiasaan itu kebiasaan yang buruk?” tanya hakim.
“Iya setelah ini kami tahu,” jawab Dindo.
“Kenapa saya bilang buruk, karena ndak mungkin diambil dari uang pribadi mereka, pasti diambil dari uang kementerian, uang kementerian itu kan uang negara,” kata hakim.
“Siap,” timpal Dindo.
“Itu maksudnya,” sahut hakim.
“Iya,” timpal Dindo.
“Jadi saudara merasa apa, aji mumpung begitu?” tanya hakim.
“Saya ndak tahu..,” jawab Dindo.
“Ditawari begini, walaupun saudara mengatakan bahwa ini tidak benar, karena saudara master hukum,” sahut hakim.
“Karena kami juga menerima saja,” kata Dindo.
Dindo mengatakan pesawat yang biasa dipesankan Kementan untuknya adalah tiket pesawat Garuda kelas bisnis. Dia mengatakan kebiasaan pembayaran tiket oleh Kementan itu berlangsung sejak tahun 2020.
“Kebiasaan, kebiasaan. Baik itu satu poin ya, masalah tiket itu saudara sudah akui ya, datang dan begitu juga berangkat. Dilayani di kelas bisnis lagi,” kata hakim.
“Iya,” jawab Dindo.
“Itu biasanya di pesawat apa? Lion? Garuda?” tanya hakim.
“Garuda biasanya kalau dibeliin,” jawab Dindo.
“Garuda ya, tanggung kalau Lion. Sekalian aja Garuda, kan gitu. Itu sejak tahun berapa itu?” tanya hakim.
“Saya nggak ingat,” jawab Dindo.
“Sejak orang tua saudara diangkat jdi menteri?” tanya hakim.
“Kayaknya 2020 atau 2021,” jawab Dindo.
Diketahui, SYL didakwa melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar. Dia didakwa bersama dua eks anak buahnya, yakni Sekjen Kementan nonaktif Kasdi dan Direktur Kementan nonaktif M Hatta. Kasdi dan Hatta diadili dalam berkas perkara terpisah.
(mib/fas)