Jakarta –
Keanggotaan penuh Palestina di Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) belum terealisasi. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) menilai hambatan Palestina menjadi anggota penuh PBB berada di Dewan Keamanan PBB.
“Kita tahu problemnya justru di Dewan Keamanan PBB. Keputusan ini harus mendapatkan approval dari Dewan Keamanan PBB, itu yang masih menjadi ganjalan dan hambatan bagi pengakuan keanggotaan penuh Palestina di PBB,” kata juru bicara Kemenlu, Lalu Muhamad Iqbal, di Gedung Palapa Kemlu, Jakarta Pusat, Rabu (29/5/2024).
Iqbal menjelaskan pada Jumat (10/5) diadakan voting di sesi Majelis Umum PBB. Terdapat 146 negara yang mendukung Palestina, sebanyak 25 negara abstain, dan 9 negara menolak termasuk Amerika Serikat (AS).
“Artinya dari 193 negara anggota PBB, mayoritas mendukung Palestina. Kita tahu bahwa Majelis Umum PBB itu one country one vote jadi tidak ada yang mempunyai privilege,” ujar Iqbal.
Iqbal menyebut resolusi kedaulatan Palestina mayoritas didukung oleh mayoritas negara anggota. Ia mengungkap negara-negara yang masih memiliki hak veto di Dewan Keamanan PBB tidak setuju dengan pengakuan status keanggotaan penuh terhadap Palestina.
“Program ini akan terus berlanjut. Jadi kalau ditanya hambatan di mana ya di Dewan Keamanan PBB,” kata Iqbal.
Iqbal menjelaskan bahwa Indonesia akan terus menyerukan soal reformasi Dewan Keamanan PBB. Indonesia adalah salah satu negara pertama yang mengusulkan reformasi tersebut di tahun 1990.
“Sampai sekarang kan negara-negara anggota belum menemukan formula yang tepat untuk reformasi Dewan Keamanan PBB yang bisa diterima oleh semua negara. Jadi ada yang mengusulkan yang hak veto, ada yang mengusulkan ada negara tetap, ada negara semi-permanen, dan sebagainya,” sebut Lalu.
“Jadi sampai saat ini negara-negara anggota belum menyepakati formula dari reformasi Dewan Keamanan PBB tersebut. Tapi usulan dan upaya ke arah reformasi terus kita lakukan sejak pertama kali kita mengusulkan itu,” tutupnya.
(rfs/rfs)