Jakarta –
Uang Kuliah Tunggal (UKT) batal naik, paling tidak untuk tahun ini. Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) merasa akar permasalahan dari isu kenaikan UKT ini belum tuntas. Cara menuntaskannya adalah dengan mencabut aturan biang keroknya.
Ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik (HMIP) UI, Muhammad Rihandi, menilai aturan biang kerok mahalnya UKT di pelbagai perguruan tinggi adalah Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Besaran Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi.
“Mahasiswa dan masyarakat jangan sampai terlena. Akar permasalahannya belum dicabut, yaitu Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar BOP Perguruan Tinggi, dan Kepmendikbudristek Nomor 54 Tahun 2024 yang mengatur tentang besaran standar tersebut,” ujar Rihandi dalam siaran persnya, Selasa (28/5/2024).
Rihandi juga menuturkan bahwa penundaan itu bersifat sementara, artinya dapat dilakukan kembali sewaktu-waktu, baik oleh Mendikbudristek yang saat ini sedang menjabat, atau Mendikbudristek di periode kepemimpinan berikutnya.
“Harus ada kesungguhan serta political will dari pemerintah dalam memastikan bahwa kenaikan UKT benar-benar dibatalkan bukan hanya saat hari ini, tapi juga di kemudian hari dalam kepemimpinan nasional periode 2024-2029 mendatang.” tutur Rihandi, mahasiswa jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) angkatan 2021 ini.
Pendidikan yang berkualitas akan berdampak pada peningkatan kapasitas warga negara, yang berujung pada kemampuan untuk menjadikan negara maju. Pendidikan yang berkualitas kuncinya adalah kehadiran negara dalam memastikan pendidikan dapat berjalan dengan baik dan fokus, dan kreatif dalam mencari pendanaan dari berbagai sumber selain meningkatkan UKT mahasiswa reguler.
“Mendikbudristek harus berkaca pada proses bagaimana negara-negara di dunia dapat menjadi negara maju. Tidak ada satu pun negara maju yang tidak fokus menghadirkan negara dalam memastikan pendidikannya berjalan dengan baik dan lancar. Artinya negara turut ambil bagian dalam memastikan pendanaan perguruan tinggi. Tidak tiba-tiba berupaya melepaskan tanggung jawab pada perguruan tinggi untuk mencari dana secara mandiri, sambil tidak membaca situasi lapangan pendapatan masyarakat Indonesia yang hari ini tercekik dengan besaran nominal UKT yang direncanakan naik.” pungkasnya.
Anggota DPR hingga Stafsus kritik Permendikbud
Mendikbudristek Nadiem Makarim dipanggil Jokowi membahas kenaikan UKT di Istana Negara, Senin (27/5) lalu. Nadiem menyebutkan Kemendikbud Ristek resmi membatalkan kenaikan UKT. Namun demikian, Presiden Jokowi menyatakan kemungkinan kenaikan UKT terjadi pada tahun depan, 2025.
Sebagaimana telah diberitakan detikcom, Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 itu telah dikritik oleh anggota DPR hingga staf khusus Presiden Jokowi. Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda, mengatkaan pembatalan kenaikan UKT perlu dibarengi dengan pencabutan Permen itu.
“Sikap pembatalan kenaikan UKT yang tadi disampaikan oleh Mendikbud harus ditindaklanjuti dengan pencabutan Permendikbud Nomor 2 tahun 2024,” ujar Syaiful Huda yang merupakan anggota PKB ini, saat dihubungi, Senin (27/5).
Legislator PDIP juga mendorong hal yang sama ke Mendikbudristek Nadiem Makarim. Pencabutan Permen itu diperlukan agar Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) dan Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN-BLU) tidak menggunakan aturan tersebut untuk menaikkan UKT.
“Sebagai evaluasi terhadap kebijakan ini, saran kami agar; pertama, Kemendikbudristek mencabut terlebih dahulu Permendikbudristek no 2 tahun 2024,” kata anggota Komisi X DPR dari PDIP, Andreas Hugo Pareira.
Staf Khusus Presiden Bidang Inovasi Pendidikan dan Daerah Terluar, Billy Mambrasar, juga sama. Billy meminta Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 itu dicabut.
“Mencabut Permendikbud Ristek nomor 2/2024 dan Kepmendikbudristek No.54/2024,” ujar Billy dalam keterangannya, Selasa (28/5).
(dnu/imk)