Jakarta –
Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan duduk perkara kasus dugaan korupsi 109 ton emas atau logam mulai (LM) dengan logo PT Antam yang diletakkan secara ilegal. Dia mengatakan 109 ton emas yang sudah beredar di masyarakat itu asli.
“Ini bukan emas palsu. Emasnya tetap asli sebagaimana standar Antam,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana seperti dilansir Antara, Senin (3/6/2024).
Dia mengatakan kasus dugaan korupsi yang menjerat enam orang mantan pejabat Antam itu terkait dugaan peletakan merek atau logo Antam di emas yang diperoleh dari hasil yang ilegal alias bukan milik Antam. Menurutnya, emas dengan logo Antam haruslah melewati proses verifikasi lebih dulu.
Dalam kasus dugaan korupsi 109 ton emas ini, katanya, emas ilegal yang sudah distempel dengan logo Antam tersebut bercampur dengan emas legal. Dia mengatakan hal itu mempengaruhi suplai Antam dan terjadi kelebihan di pasaran sehingga memicu harga emas turun saat itu.
“Ada selisih harga, ini yang kami lihat sebagai kerugian keuangan negara,” kata Ketut yang juga menjabat Kejati Bali.
Dia mengatakan emas 109 ton yang distempel oleh Antam tersebut adalah emas asli yang perolehannya dengan cara ilegal. Dia juga membandingkan kasus ini dengan kasus korupsi timah.
“Ini sama kayak kasus timah kemarin, timahnya asli, tapi karena dia pemilik lahan, tuan rumah dijual yang diperoleh dengan cara ilegal itu dengan PT Timah,” katanya.
“Itu emas asli, cuma tadi kalau beredar terlalu banyak seperti uang yang beredar, itu menyebabkan pasokan-nya banyak demand-nya sedikit. Sehingga harganya jadi turun, sehingga ada selisih harga pada saat itu,” sambungnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan enam orang mantan General Manager Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLN) PT Antam Tbk periode 2010-2022 sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi tata kelola komoditas emas periode tahun 2010-2022 seberat 109 ton.
Keenam tersangka tersebut, yakni TK selaku GM UBPPLN periode 2010-2011, HN periode 2011-2013, DM periode 2013-2017, AH periode 2017-2019, MAA periode 2019-2021 dan ID periode 2021-2022.
Para tersangka selaku GM UBPPL PT Antam diduga telah menyalahgunakan kewenangannya dengan melakukan aktivitas secara ilegal terhadap jasa manufaktur yang seharusnya berupa kegiatan peleburan, pemurnian dan pencetakan logam mulia. Para tersangka diduga secara melawan hukum dan tanpa kewenangan telah melekatkan logam mulia milik swasta dengan merk Logam Mulia (LM) Antam.
Padahal, para tersangka ini mengetahui bahwa pelekatan merek LM Antam ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan, melainkan harus didahului dengan kontrak kerja dan ada perhitungan biaya yang harus dibayar, karena merek ini merupakan hak ekslusif dari PT Antam.
Akibat perbuatan para tersangka, selama periode tersebut telah tercetak logam mulia dengan berbagai ukuran sejumlah 109 ton yang kemudian diedarkan di pasar secara bersamaan dengan logam mulai produk PT Antam yang resmi. Hal itu diduga menggerus pasar dari logam mulia milik PT Antam, sehingga kerugiannya menjadi berlipat-lipat.
(haf/imk)