Jakarta –
Pemberian izin organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) menuai polemik. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun menjelaskan tentang aturan tersebut.
“Yang diberikan itu adalah sekali lagi badan-badan usaha yang ada di ormas,” ujar Jokowi di IKN, Kalimantan Timur, Rabu (5/6/2024).
Jokowi menegaskan pemberian izin itu juga sangat ketat. Dia menjelaskan izin itu diberikan kepada koperasi yang ada di ormas atau badan usaha yang ada di ormas keagamaan.
“Persyaratannya juga sangat ketat, baik itu diberikan kepada koperasi yang ada di ormas, maupun mungkin PT dan lain-lain,” tegasnya.
Sekali lagi, Jokowi menekankan yang diberikan izin itu badan usaha ormas. Bukan ormasnya.
“Jadi badan usahanya yang diberikan, bukan ormasnya,” ucap Jokowi.
Diketahui sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menjelaskan pertimbangan ormas keagamaan diberi izin untuk mengelola tambang. Siti mengatakan setiap ormas mempunyai sayap organisasi yang bisa mengelola bisnis secara profesional.
“Itu kan begini ya, organisasi itu kan punya sayap-sayap organisasi. Organisasi kemasyarakatan, termasuk parpol, kan juga punya sayap bisnis. Nah, jadi yang dimaksud dengan perizinan itu, itu di sayap bisnisnya. Jadi tetap saja profesional sebetulnya,” kata Siti kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Minggu (2/6).
Siti mengatakan lebih baik ormas itu menjalankan bisnis secara profesional daripada setiap hari mengajukan proposal.
“Nah, ormas itu pertimbangannya itu tadi karena ada sayap-sayap organisasinya yang memungkinkan. Daripada ormasnya setiap hari nyariin proposal minta apa, apa namanya mengajukan proposal, kan lebih baik dengan sayap bisnis yang rapi dan tetap profesional. Itu sih sebetulnya,” ujar Siti.
Selain itu, Siti menjelaskan mengenai manusia menjadi produktif sebagai salah satu hak asasi manusia yang harus dipenuhi. Dia juga mencontohkan bagaimana hutan sosial diberikan kepada rakyat agar produktivitas itu bisa tetap terjaga.
“Bunyinya pokoknya bahwa, gini lho ya, Undang-Undang Dasar itu kan mengatakan bahwa adalah hak asasi manusia untuk manusia menjadi produktif. Jadi ruang-ruang produktivitas rakyat apa pun salurannya harusnya diberikan. Maka ada hutan sosial diberikan kepada rakyat. Ada misalnya nanti apa ya petugas petugas yang di bawah bangat yang miskin itu juga harusnya dipikirkan karena produktif itu kan hak rakyat, gitu ya, yang harus diperhatikan oleh negara,” ujar Siti.
(zap/yld)