Jakarta –
Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut kasus dugaan korupsi terkait tata kelola emas seberat 109 ton di PT Antam tahun 2010-2021. Hari ini, Kejagung memeriksa 9 saksi, salah satunya Direktur Operasi PT Antam Tbk inisial HRT.
“Rabu 5 Juni 2024, Kejaksaan Agung melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa sembilan orang saksi, terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010 s/d 2022,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangan pers tertulisnya, Rabu (5/6/2024).
Ketut mengatakan 9 orang itu diperiksa sebagai saksi. Berikut daftarnya:
-HRT selaku Direktur Operasi PT Antam Tbk
-MS selaku Asistant Manager Retail Region Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam Tbk
-HBA selaku Kepala Divisi Treasury PT Antam Tbk
-GAG selaku Operation Senior Manager PT Antam Tbk periode Juni s/d saat ini
-YH selaku Precious Metal Sales and Marketing Division Head PT Antam Tbk
-AY selaku Operation Division Head PT Antam Tbk
-JP selaku Marketing UBPP LM PT Antam Tbk
-AKW selaku Eks Marketing Manager UBPP LM PT Antam Tbk
-AAW selaku Financial Reporting dan Consolidation Manager PT Antam Tbk
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ujar Ketut.
Modus 6 Tersangka
Kejagung mengungkap modus enam tersangka kasus dugaan korupsi terkait tata kelola emas seberat 109 ton di PT Antam tahun 2010-2021. Keenam tersangka itu diduga mencetak emas berlogo Antam secara ilegal.
Enam orang tersangka itu merupakan mantan General Manager Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UB PPLM) PT Antam dari berbagai periode. Mereka adalah:
– TK menjabat periode 2010-2011
– HN menjabat periode 2011-2013
– DM menjabat periode 2013-2017
– AH menjabat periode 2017-2019
– MAA menjabat periode 2019-2021
– ID menjabat periode 2021-2022
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Kuntadi mengatakan kasus ini terjadi sejak 2010 hingga 2021. Dia mengatakan para tersangka itu melakukan aktivitas ilegal terhadap jasa manufaktur yang seharusnya berupa kegiatan peleburan, pemurnian, dan pencetakan logam mulia dengan logo Antam.
Para tersangka diduga mencetak logam mulia milik swasta dengan merek Logam Mulia (LM) Antam. Dia menyebut hal itu membuat Antam, yang merupakan BUMN, mengalami kerugian.
“Tersangka ini mengetahui bahwa pelekatan merek LM Antam ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan, melainkan harus didahului dengan kontrak kerja dan ada perhitungan biaya yang harus dibayar,” ujar Kuntadi.
Dia menyebut emas 109 ton itu dicetak dalam berbagai ukuran. Emas ilegal itu diedarkan oleh para tersangka di pasar bersamaan dengan logam mulai produk PT Antam yang resmi.
“Para tersangka ini, maka dalam periode tersebut, telah tercetak logam mulia dengan berbagai ukuran sejumlah 109 ton yang kemudian diedarkan di pasar secara bersamaan dengan logam mulia produk PT Antam yang resmi,” ujarnya.
Kuntadi belum menjelaskan detail berapa kerugian negara dalam kasus ini. Dia mengatakan kerugian negara dalam kasus ini masih dalam proses perhitungan. Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Tanggapan Antam
PT Aneka Tambang Tbk beberapa waktu terakhir menjadi bahan perbincangan karena kasus dugaan pemalsuan 109 ton emas. Direktur Utama Antam Nico Kanter buka-bukaan soal kasus tersebut. Nico menjelaskan rincian persoalan itu saat dicecar oleh anggota Komisi VI DPR RI dalam agenda Rapat Dengar Pendapat bersama Holding BUMN Tambang MIND ID.
Para wakil rakyat awalnya mempertanyakan kejelasan kasus dugaan pemalsuan 109 ton emas yang sedang diselidiki Kejaksaan Agung (Kejagung). Anggota Komisi VI Fraksi Partai Demokrat Herman Kharon awalnya mengatakan bahwa kabar penetapan 6 orang tersangka oleh Kejagung sangat berbahaya bagi Antam. Kepercayaan publik bisa turun terhadap perusahaan karena kabar tersebut.
“Ketika publik memahami 109 ton emas ini palsu artinya ini merek Antam anjlok ini. Hilang kepercayaan di publik bahwa Antam yang sedang bagus-bagusnya bukan hanya memproduksi emas batangan dengan nilai tinggi bahkan buat emas kecil 0,1-0,2 gram kecil sekali ini sedang digandrungi masyarakat,” ujar dia di Komisi VI DPR RI, Senayan, Senin (6/3/2024).
Herman lantas menilai, bahwa jika Antam tidak bersikap transparan, maka kepuasan publik terhadap perusahaan akan turun. Ia mengaku kurang puas dengan penjelasan Antam sejauh ini.
Jawaban Dirut Antam
Menanggapi respon para anggota dewan Nico Kanter menegaskan bahwa pada prinsipnya Antam dan Kejaksaan Agung sudah sepakat bahwa tidak ada emas palsu yang beredar di masyarakat.
Nico mengatakan bahwa yang saat ini sedang dipersoalkan adalah perihal proses lebur cap atau licensing emas yang tidak dikenakan biaya.
“Oleh karena itu yang harus kami klarifikasi dan sudah disepakati kejaksaan tidak ada emas palsu. Ini penting sekali karena saya tidak punya waktu mempersiapkan argumentasi yang lain,” tegasnya.
“Pak Kun (Kuntadi, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus) tidak menyebut emas palsu. Makanya Kapuspen (Kepala Pusat Penerangan Hukum) bukan emas palsu. Kualitasnya dibilang rendah. Brand licensing memang opini kejaksaan yang benar,” sambungnya.
Di sisi lain ia menjelaskan jika membaca kesimpulan kejaksaan, Nico mengatakan bahwa merek dan logo Antam merupakan hak eksklusif PT Antam Tbk. Oleh karena itu, yang saat ini sedang didalami dan ditelusuri adalah penggunaan cap label Antam dalam proses manufaktur emas.
“Nah ini yang masih kita telusuri dan kita mau buktikan bahwa sebenarnya lebur cap sudah bagian dari jasa manufacturing. Tapi saya tidak bisa bilang dulu sekarang bahwa semuanya sudah ditunjang oleh kajian ataupun praktik-praktik yang kita lihat ke belakang. Karena data-datanya juga tidak mudah untuk kita kumpulkan,” tuturnya.
Selain itu, Nico juga mengklarifikasi informasi yang mengatakan bahwa emas yang dicetak pihak ketiga tersebut menggerus pasar logam mulia Antam sehingga mengalami kerugian berganda.
Dalam hal ini, Nico mengatakan bahwa kerugian tidak dialami perusahaan. Sebab, jika berkaca dari data awal, perusahaan tidak mencatat ada kerugian. Antam bahkan dinilainya berhasil meningkatkan performa.
Meskipun demikian, Nico menjelaskan bahwa pihaknya belum bisa mengambil kesimpulan pasti terkait hal tersebut. Sebab, Antam masih melakukan pengkajian dan pendalaman.
(whn/imk)