Kabul –
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla (JK) disambut hangat di Afghanistan. Apa yang membuat sosok JK disegani di negara yang kini dipimpin Taliban itu?
“Semua menteri itu teman-teman lama saya,” kata JK di Kabul, Afghanistan, Selasa (4/6/2024).
Dari yang detikcom perhatikan langsung sedari tiba di Kabul pada 2 Juni 2024, JK memang selalu mendapatkan sambutan hangat. Seusai pertemuan pun JK selalu ditanya sampai kapan berada di Kabul serta undangan makan malam tak pernah luput.
Bila ditelusuri JK memang bukan sosok asing di Afghanistan. Sedari negara ini berkonflik, JK hadir sebagai juru damai agar perpindahan kekuasaan dari pemerintahan republik di Afghanistan sebelumnya ke Taliban berlangsung damai.
“Waktu mereka sulit kita tangani perundingan-perundingan kita bantu,” kata JK.
Tercatat JK sudah menemui Menteri Luar Negeri Afghanistan Mullah Amir Khan Muttaqi, Wakil Perdana Menteri 2 Afghanistan Abdul Salam Hanafi, Menteri Pertahanan Afghanistan Muhammad Yaqoob Mujahid, Menteri Pendidikan Habibullah Agha, Menteri Pertambangan Afghanistan Mullah Sahabudin Dellawar, Menteri Urusan Haji dan Hubungan Agama Mullah Noor Mohammad Syaqib, Menteri Pendidikan Tinggi Afghanistan Neda Mohammad Nadim, Ketua Kadin Afghanistan Mohammad Younis Mohmand, hingga Presiden Afghan Red Crescent Society (ARCS) atau Bulan Sabit Merah Afghanistan Mullah Matiul Haq Khalis.
Bahkan pertemuan dengan Neda Mohammad Nadim berlangsung tiba-tiba. Neda yang sejatinya sudah dijadwalkan bertemu JK batal karena yang bersangkutan sedang di luar kota.
Di malam ketika JK dijamu makan malam oleh Kadin Afghanistan, Neda tiba-tiba datang menyambangi JK.
Memang apa saja yang dibicarakan?
“Sekarang ini mereka ingin bagaimana memajukan Afghanistan ini tanpa ingin katakanlah ada pembalasan atau tidak, jadi semua pemerintahan dulu waktu republik semua diberikan amnesty jadi tidak ada lagi yang mereka… karena itulah mereka bisa bekerja sama semuanya, intinya mereka bagaimana memajukan Afghanistan ini, bagaimana kekayaan alam mereka kayak batubara, ada tembaga segala macam dikelola dengan baik untuk kesejahteraan mereka dan sama sekali mereka tidak mau lagi ada orang menanam narkotika atau apa dan semacamnya di sini, 90 persen katanya sudah selesai, nah itu prinsip-prinsip mereka,” kata JK.
Terlepas dari itu JK mengaku membawa satu misi yaitu terkait kesetaraan gender. Dia tidak menampik dunia internasional masih memandang Taliban memarjinalkan perempuan meski sudah 3 tahun memerintah Afghanistan.
Namun dari apa yang JK lihat langsung di Kabul menurutnya hal itu hanya persepsi. JK melihat perempuan-perempuan di Kabul bebas berjalan, tidak dikurung di rumah, bahkan mendapatkan pekerjaan.
“Yang selalu kita dengar bahwa perempuan sini tidak bisa sekolah, tidak bisa bekerja, ternyata tidak juga, dari resepsionis hotel perempuan, bersama-sama dengan laki-laki tentunya,” kata JK.
Dari segi pendidikan, JK mengungkapkan obrolannya dengan Menteri Pendidikan bahwa ada 4 juta guru perempuan dari total 11 juta orang. Di sisi lain, kata JK, infrastruktur pendidikan di Afghanistan memerlukan perhatian karena banyak yang tidak diurus sepeninggalan perang berpuluh-puluh tahun.
“Sekolah-sekolah 40 tahun tidak diurus banyak sekolah-sekolah yang bangkunya tidak ada, dan sebagainya, mereka minta bantuan dan saya berbicara dengan beberapa lembaga sosial seperti dari Saudi, ada yang dari Jepang, dan Qatar mereka semua ingin berpartisipasi selama, juga adanya kesepadanan antara pelajar laki dan perempuan, namun dia akan janjikan itu, dia janjikan itu untuk segera tahap demi tahap menyelesaikan itu,” kata JK.
Di tingkat TK dan SD JK mengakui perempuan belum mendapatkan akses pendidikan yang bebas. Namun menurut JK hal ini bukan semata-mata terkait agama tapi lebih ke persoalan tradisi dari masyarakat Afghanistan yang tinggal di pelosok.
“Sekarang ini masih ada di TK-SD tapi mereka sekarang lagi mengatur bagaimana selanjutnya, mereka menjanjikan itu, sebenarnya itu bukan soal agama, ini soal tradisi di daerah-daerah, di kampung-kampung, di desa-desa, bahwa anak-anak perempuan itu tidak bekerja nah tradisi ini karena mereka berasal dari pimpinan-pimpinan pemerintah sekarang yang di luar Taliban, itu umumnya berasal dari di daerah-daerah,” kata JK.
Sedikit demi sedikit JK memberikan pengertian pada Afghanistan tentang akses pendidikan penting bagi suatu negara terlebih yang menganut syariat Islam seperti Afghanistan. Salah satu contoh logika yang digunakan JK yaitu bagaimana para perempuan ini dirawat oleh sesama perempuan apabila orang tua atau negaranya melarang perempuan bersekolah hingga tingkat tinggi.
“Tapi sekarang mereka sudah menyadari bahwa tidak mungkin seperti itu karena mereka butuh perawat, ahli-ahli yang hanya boleh perempuan, katakanlah dokter yang boleh melayani hanya perempuan, nah bagaimana ada dokter perempuan tanpa adanya sekolah tingkat menengah, nah dilema itu yang kemudian akan mereka laksanakan secara bertahap,” kata JK.
(dhn/aik)