Keseriusan, berintegritas, inovatif, berprestasi, hingga ‘opo onoke’ mengantarkan Roy Rovalino Herudiansyah menjadi Kepala Kejari (Kajari) Surabaya. Bahkan, mengantarkannya masuk salah satu nominasi Adhyaksa Awards dengan para nominator lainnya se-Indonesia.
Lantas, siapakah sosok Roy Rovalino Herudiansyah sebenarnya?
Senin (3/6/2024) pagi, detikcom mendapat kesempatan berjumpa dan berbincang langsung dengan Roy di Kantor Kejari Sidoarjo. Di halaman utamanya, ia terlihat turun dan menyambut seorang diri.
“Selamat datang, Mas, piye kabare? (Bagaimana kabarnya),” sapa Roy tersenyum.
Tak ada satu pengawal pun melekat di sekitarnya. Hanya ada petugas keamanan di pos penjagaan yang menyaksikan pertemuan detikcom dengan Roy. Ia lantas mengajak masuk ke ruangannya.
Pria kelahiran Pekalongan, 16 April 1977 itu berkisah tak menyangka akan mengemban amanah dan jabatan sebagai Kajari Sidoarjo. Bahkan, tak terbesit sedikit pun di benaknya bahwa ia bisa memiliki pencapaian sampai saat ini.
“Oom saya Kepala Dinas Penerangan dan lama pensiun. Saya jadi jaksa ini karena nemu rejeki, tidak ada backup atau beking dari siapa pun. Saya sendiri tidak menyangka bisa sampai di sini (menjabat Kajari Sidoarjo). Bapak saya manajer personalia di pabrik tekstil di Pekalongan. Ibu saya lulusan SMP dan pedagang batik untuk melengkapi dapur. Kakak saya yang pertama dosen, yang kedua notaris, ketiga wiraswasta, keempat di bank pelat merah, kelima saya, dan adik saya adalah anak terakhir sebagai wiraswasta,” kisah Roy.
“Duwik e wong swasta kuwi piro to, Mas, dinggok nyogok yo ra enek (uang dari pekerja swasta itu berapa to, Mas, untuk suap ya tentu tidak ada). Apalagi anaknya banyak, saya ini 6 bersaudara,” imbuhnya.
Dalam pribadinya, ia enggan menjadi orang yang diagung-agungkan. Bahkan, mendapat perlakuan istimewa seperti rekan dan mitranya. Menurutnya, hal tersebut hanya akan membuatnya tidak nyaman saat bekerja.
Roy mengaku masih teringat dengan pesan almarhum ayahnya. Mulai dari hal agama, pekerjaan, hingga pribadi yang harus apa adanya dan sederhana. Serta, hidup memberi manfaat bagi sekitarnya.
Lantas, ia menirukan kembali pesan yang pernah diamanahkan kepadanya. Begitu juga dari sang ibu.
“Almarhum bapak saya pernah ngomong ‘Kamu sudah saya modalin sampai sarjana, kalau soal pekerjaan itu (S1) modal kamu, jangan tergantung saya. Setelah S1 terserah kamu mau pekerjaan di mana. Kalau bapak mau juga bisa dimasukkan ke perusahaan, tapi bapak tidak mau. Agama bapak saya kuat dan pernah bilang ‘Jangan pernah terima suap!’. Kalau ibu saya doakan saya dan ingin saya bisa berguna bagi bangsa. Intinya secara nasional saya ada di situ dan bisa angkat derajat keluarga,” ungkap ayah dengan 4 anak itu.
Bermodalkan ijazah Sarjana Hukum Universitas Diponegoro (FH Undip) Semarang itu lah ia mencoba peruntungannya dengan mendaftar sebagai jaksa. Ia pun dinyatakan lulus dan mengenyam Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan Golongan III di Makassar di tahun 2002.
Kajari Surabaya, Roy Rovalino Herudiansyah (dok Istimewa)
|
“Saya tidak ada backup apa-apa dan apa adanya, kalau pimpinan anggap prestasi alhamdulillah, kalau tidak ya tidak apa. Intinya, saya hanya menjalankan tugas saya dan saya pastikan selalu berbuat baik setiap hari kepada siapa pun dan di mana pun,” tuturnya.
Roy menjalani Pendidikan Pembentukan Jaksa (PPJ) Gelombang I pada Pusat Diklat Kejaksaan RI di Jakarta selama 6 bulan. Lalu, diangkat menjadi Calon PNS pada Kejaksaan Negeri Sengkang di tahun 2002.
Di kota pertama ia berdinas itu lah, Roy bertemu cinta pertamanya, Chaerul Hayati. Keduanya memutuskan untuk berumah tangga dan kini dikaruniai 4 buah hati.
“Waktu masuk kejaksaan, ditugaskan pertama kali di Sengkang Sulsel dengan gaji Rp 500 ribu, sempat tidak bisa pulang. Tapi alhamdulillah, di sana saya bertemu wanita yang sekarang menjadi istri saya. Sekarang (istri) dinas di Dinkes Kota Bandung,” paparnya.
Menjadi Insan Adhyaksa
Usai dilantik dan bertugas sebagai jaksa, Roy enggan berpuas diri. Ia terus menerus mengasah, menerima saran dan kritik, hingga memperdalam keilmuannya. Namun, ia mengaku kerap mendengungkan kepada sesama dan para juniornya agar benar-benar menjaga integritas dan kepercayaan publik.
Lulusan Magister Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung itu menyatakan setiap tindakan yang dilakukan ada konsekuensinya. Terlebih, setiap jaksa mengemban amanah dan tupoksi sebagai Adhyaksa.
“Saya tekankan itu ke teman-teman jaksa dan untuk mengangkat kepercayaan publik. Jangan rusak kepercayaan publik dengan mencederainya, harus amanah,” sambung dia.
Roy memegang teguh prinsip amanah dan sederhana dalam kesehariannya. Baik dalam kepribadiannya, maupun saat menjalankan tugas sebagai jaksa.
Tak ayal, ia kerap didapuk menjabat sejumlah posisi penting di Indonesia. Mulai dari Kepala Sub Seksi Produksi dan Sarana Intelijen pada Seksi Intelijen Kejari Sengkang pada 7 Oktober 2003, Kepala Sub Seksi Sosial dan Politik pada Seksi Intelijen Kejari Barru pada 4 Maret 2005, Kepala Kasubsi Penyidikan pada Kejari Bandung pada 26 Nopember 2008, Koordinator pada Kejati Riau pada 20 Januari 2017, hingga Kepala Kejari Barito Timur sebelum menjabat sebagai Kajari Sidoarjo.
Cetuskan Sejumlah Inovasi-Prestasi bagi Adhyaksa
Meski sempat dipandang sebelah mata, Roy mengaku tak mengapa. Ia membuktikannya dengan kinerja dan terobosan yang ia buat.
Salah satunya adalah perolehan sertifikat 17025 internasional oleh KAN (Komite Akreditasi Nasional) yang ia perjuangkan selama 4 bulan saat bertugas di Kejaksaan Agung. Selain itu, ia juga menyabet penghargaan Program Optimalisasi dan Kualitas Penanganan Perkara Tipikor Kategori Kejari Tipe A dari Kejaksaan Agung RI, Optimalisasi dan Kualitas Penanganan Perkara Tipikor Kategori Kejari Tipe A pada Kejari Surabaya dari Kejati Jatim, hingga Piagam Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya X Tahun dari Presiden Republik Indonesia di tahun 2014.
Meski begitu, pengembangan inovasi dan capaian prestasi yang ditorehkan tak asal-asalan dibuat. Menurutnya, harus berdampak positif pada masyarakat serta memiliki karakter sesuai wilayah masing-masing.
“Untuk pengembangan inovasi itu biasanya tergantung situasi dan karakter daerah, intinya berangkat dari keresahan dalam menangani kasus, terobosan itu tentunya tidak harus yang menguntungkan kejaksaan saja, tapi juga untuk masyarakat. Intinya begini, kondisional berdasarkan kasus, yang terpenting penanganan perkara cepat tuntas,” kata dia.
Lantas, ia mencontohkan tentang tata cara menciptakan inovasi di Kejari Sidoarjo. Roy membuat terobosan di Tanggulangin dengan menciptakan kesadaran hukum sembari mengangkat nilai ekonomi masyarakat di sekitar dengan cara mengutamakan UMKM.
“Ini sedang kami godok (diolah), pembangunan karakter masyarakat juga, tapi juga penghasilan kita tingkatkan, saya akan bikin roadmapnya, sebelumnya belum pernah dilakukan,” tutur dia.
Pada seksi datun, ia menekankan pada anak buahnya agar penerimaan dana hibah ke pedagang kecil untuk lebih intens. Lantas, ia membuat nama program Warung Renovasi.
Hal tersebut tak selamanya dianggap baik. Bahkan, ia sampai kerap didemo dan diancam dalam menjalankan tugasnya.
“Saya serong didemo LSM dan dituduh ada dana yang diselewengkan. Tapi, begitu saya tantang untuk lapor mereka tidak mau, alasannya masih disinyalir menyeleweng, bukan benar-benar ada penyelewengan,” tegasnya.
Saat menjabat sebagai Kajari Sidoarjo, Roy membuat terobosan sidang in absentia pada kasus perpajakan. Persidangan bisa tetap dihelat tanpa ada terdakwa yang dihadirkan lantaran melarikan diri.
“Saat itu menggunakan UU Pajak, penyidiknya tetap PPNS Pajak, cuma penuntutannya kita, hartanya bisa kita eksekusi meskipun mereka mau lari dan tidak bisa membela dirinya,” ucapnya.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.