Jakarta –
Pekan-pekan ini, adalah minggu di mana publik Sumatera Barat tersentak. Sejumlah kasus korupsi yang selama ini diam, kembali muncul. Tak sekadar dibuka lagi, tapi prosesnya berlanjut hingga ke tingkat penetapan dan penahanan tersangka.
Misalnya saja pada Kamis, 6 Juni 2024. Tujuh orang tersangka dugaan tindak korupsi alat peraga SMK di Dinas Pendidikan Sumatera Barat, langsung dimasukkan bui. Padahal, kasus yang menyebabkan kerugian negara Rp 5,5 miliar itu mengendap sejak lama.
Sebelumnya, juga ada kasus mengendap lama yang kemudian dibuka kembali, yakni kasus pengadaan sapi bunting di Dinas Peternakan Sumatera Barat. Kasus ini menyebabkan enam tersangka yang terdiri dari pegawai dan rekanan proyek pengadaan divonis bersalah dan masuk penjara.
Motor mencuatnya kembali kasus korupsi yang “terhenti di tengah jalan” itu adalah seorang jaksa bernama Hadiman. Lelaki kelahiran Aceh Tenggara itu menjabat sebagai Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Posisi itu diemban Hadiman sejak 20 Maret 2023.
Saat dilantik, nyaris tak ada kasus yang sedang ditangani Pidsus Kejati.
“Kalau bisa saya gambarkan, meja ini kosong. Tak ada yang (sedang) ditangani. Saya tidak tahu masalahnya di mana, tapi saya tak yakin di Sumatera Barat ini tak ada persoalan hukum,” cerita Hadiman sambil menunjuk meja kerjanya di lantai 4 Kantor Kejati Sumbar di Jalan Raden Saleh Padang.
“Saat masuk, saya melihat di sini perkara kok biasa saja. Seperti level kejaksaan negeri, padahal ini kejaksaan tinggi yang punya luas wilayah 19 kabupaten kota. Kok perkaranya nggak ada,” katanya kepada detikcom, akhir pekan lalu.
Dari koordinasi dengan timnya, Hadiman mendapati satu kasus yang masih menunggak untuk diselesaikan, yakni kasus pengadaan sapi bunting dengan anggaran Rp 35 miliar. Dengan cepat, Hadiman dan tim membereskan persoalan itu hingga para tersangka divonis hakim.
Setelahnya, sejumlah kasus korupsi bermunculan. Selain persoalan pengadaan alat peraga SMK di Dinas Pendidikan Sumatera Barat yang sebelumnya juga mandek, Hadiman juga memeriksa Bupati Solok Selatan, Khairunnas beserta anak dan keluarganya yang diduga terlibat penggunaan lahan hutan negara tanpa izin.
Membuka kasus-kasus korupsi, yang selama ini jarang tersentuh aparat hukum, tentu bukanlah pekerjaan mudah. Hadiman mengakui banyak rintangan yang dihadapinya. Bukan hanya dari pihak luar, tapi juga dari dalam kejaksaan sendiri.
“Kalau tantangan, rintangan itu pasti ada. Dari eksternal hingga internal sendiri. Pasti itu. Tapi tinggal bagaimana kita menjaga diri, meneguhkan integritas agar jangan sampai goyah. Banyak yang menawarkan, banyak yang datang. Pak tolong bantulah pak si polan, ini kan gitu, berapa angkanya. Saya tegaskan kepada yang datang-datang itu, saya tidak jual pangkat di sini. Saya tidak jual jabatan,” katanya.
Dengan langkah yang dilakukan saat ini, ia yakin banyak yang menginginkan dirinya cepat pindah.
“Banyak upaya seperti itu,’ katanya.
Hal yang sama juga dirasakan Hadiman saat menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Kuansing, Riau dari tahun 2019 hingga 2022. Ia menjadi musuh banyak orang, karena menjebloskan bupati, mantan bupati dan sejumlah pejabat lainnya ke penjara. Bahkan, Bupati Andi Putra juga kemudian ditangkap KPK.
“Tiap hari ada saja teror yang datang ke kantor. Bukan saja dalam bentuk spanduk agar saya diusir, dipindahkan dari Kuansing, tapi juga dalam bentuk santet. Beberapa kali pegawai (kejari) menemukan bunga-bungaan dan boneka yang ditusuk-tusuk jarum. Kadang seminggu dua kali,” katanya.
Meski dibenci kelompok pencuri uang negara tersebut, Hadiman justru semakin bersemangat dan memberi harapan baru dalam penegakan hukum di Kota Jalur tersebut.
Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi di bawah pimpinan Hadiman mengungkap beberapa kasus korupsi besar. Antara lain kasus proyek tiga pilar, proyek pembangunan Pasar Tradisional Berbasis Modern Teluk Kuantan Kecamatan Kuantan Tengah, proyek pembangunan Hotel Kuansing, dan SPPD Fiktif, Korupsi Pengadaan alat peraga IPA Sains SD Berbasis Digital Interaktif di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kuansing.
Di tangan Hadiman juga, Kejaksaan Negeri Kuansing menjadi perhatian, karena posisinya yang meraih penghargaan sebagai Kajari Terbaik ke-3 se-Indonesia dan Terbaik 1 se – Riau.Atas kinerjanya itu, Kejari Kuansing juga mendapatkan piagam penghargaan dalam pembangunan Zona Integritas (ZI) Predikat Wilayah Bebas Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih Melayani(WBK/WBBM) dari KemenPan-RB.
Suka Persoalan Hukum
Hadiman sendiri memang menyukai dunia hukum sejak muda. Tapi, lelaki yang pernah membintangi sejumlah Sintetron dan FTP itu tidak pernah membayangkan bakal menjadi jaksa.
“Saya memang pengin jadi orang hukum. Tapi nggak terbersit bakal jadi jaksa,” katanya.
Usai menamatkan pendidikan hukum di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, pintu menjadi jaksa itu kemudian terbuka.
Ia diterima dan ditempatkan sebagai staf tata usaha di Kejaksaan Negeri Sabang Aceh pada tahun 2001. Dari keluarga besarnya maupun keluarga sang istri, Hadiman adalah orang pertama dan satu-satunya yang menjadi jaksa.
Posisi sebagai jaksa fungsional dimulainya saat bertugas di Kejaksaan Negeri Gayo Lues Aceh, lalu pindah ke KejaksaanNegeri Aceh Selatan dan Kejaksaan Negeri Kota Cirebon.
Hadiman yang juga menyukai kegiatan seni teater ini juga pernah bertugas di Kejaksaan Tinggi DKI, menangani kasus yang melibatkan Gatot Brajamusti, sebelum mutasi ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah dan dipindahkan lagi sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi Riau. Tahun2022, Hadiman dimutasi sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Kota Cirebon, sebelum akhirnya dipromosikan menjadi Aspidsus Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat.
Sama halnya dengan yang dilakukan di daerah tempat bertugas sebelumnya, Hadiman telah memberikan harapan baru di Ranah Minang dalam hal penegakan hukum untuk memberantas kasus-kasus korupsi. Kepada anggota dan stafnya, ia selalu menekankan pentingnya menjaga integritas.
“Kalau sudah (menangani) kasus, ya kasus. Jangan mencla-mencle. Jangan main mata kiri kanan. Kepada tim sayatekankan selalu. Kalau anda punya beban, ngomong dan akan saya keluarkan dari tim. Jangan sampai bermain di belakang layar, membocorkan setiap pemeriksaan. Kalau saya temukan, takkan segan-segan saya tindak. Saya laporan dan disulkan pindah,” katanya.
Cara lain yang dilakukan Hadiman untuk menjaga diri adalah dengan tidak berhubungan dengan orang yang berperkara ataupun pihak-pihak yang bersentuhan dengan orang itu. Kepada keluarga, ia juga menekankan pentingnya menjaga diri dan hidup sederhana.
“Sampai hari ini saya menekankan kepada keluarga, kita sudah diberi gaji yang cukup. Harus hidup biasa. Pola hidup sehat dan sederhana, tidak hedon. Apa juga yang mau dihedonkan, karena kondisi kita seperti ini,” kata jebolan Magister Ilmu Hukum Universitas Jayabaya ini lagi.
Hadiman mengaku hanya ingin terus menjadi lebih baik, terutama yang berkaitan dengan integritas.
“Masa hari ini baik, besok-besok celaka. Tentu saja, saya harus lebih baik lagi setiap harinya,” katanya lagi.
Sebelum berpisah, Hadiman menyebut pihaknya sedang membidik kasus penyelewengan anggaran Covid-19 di Sumatera Barat. Penyidikan salah satu kasus yang berhubungan dengan penyelewengan anggaran Covid-19 itu sempat dihentikan Polda Sumatera Barat beberapa waktu lalu. Dan Hadiman, akan membukanya kembali. Nah..
(asp/asp)