Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) membawa-bawa ‘perintah presiden’ dalam persidangan kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi yang menjeratnya. Istana pun menyampaikan bantahan atas pernyataan SYL.
SYL membawa-bawa ‘perintah Presiden’ saat bertanya ke ahli hukum pidana dari Universitas Pancasila, Prof Agus Surono, dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (12/6/2024). SYL mengawali pertanyaannya ke Agus terkait mens rea atau sikap batin pelaku ketika melakukan tindak pidana suatu perbuatan dalam hukum pidana.
“Saudara ahli, delik itu kan ada perbuatan dan ada mens rea. Kalau salah satunya tidak ada masihkah bisa menjadi delik atau suatu yang salah satunya nggak ada. Katakanlah perbuatannya ada tapi tidak ada niat jahat di balik itu, bisa kah menjadi perbuatan hukum?” tanya SYL.
“Mohon izin, Yang Mulia, jadi di dalam satu perbuatan yang dapat dipertanggungjawabkan atau dimintai pertanggungjawaban pidana itu memang pertama harus ada mens rea dan kedua harus ada actus reus,” jawab Agus yang dihadirkan sebagai saksi meringankan pihak SYL.
“Cuman memang di dalam peristiwa hukum konkret kita sulit untuk menilai mens rea atau niat jahat dari seseorang itu. Nah, bagaimana caranya? Caranya adalah dapat dinilai atau dapat dilihat dari perbuatan konkretnya. Apa perbuatan konkretnya? Yang tadi, actus reus tadi yang sifatnya adalah nyata,” imbuh Agus.
SYL lalu menyinggung kerawanan pangan dunia hingga perintah extraordinary atau diskresi oleh menteri yang diberikan presiden. Dia mengatakan diskresi itu terkait dengan el nino dan COVID-19,
“Izin, Yang Mulia, yang kedua. Kalau negara, bangsa, dalam situasi darurat warning dunia PBB mengatakan ada kerawanan pangan dunia. Kemudian, ada perintah extraordinary oleh kabinet dan presiden atau atas nama negara untuk mengambil sebuah langkah, yang extraordinary atau diskresi berdasarkan UU No 2 Tahun 2020 dan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 kalau saya tidak salah, apakah itu bagian yang ahli tadi sebutkan? Alasan untuk melakukan langkah pembenaran apabila terjadi diskresi. Itu apakah itu yang ahli maksud?” tanya SYL.
“Ada el nino ada COVID supaya UU Nomor 2 Tahun 2020 itu, minta maaf,” tambah SYL.
Agus mengatakan sifat melawan hukum dari suatu tindakan dapat hilang jika memenuhi sejumlah asas seperti asas kepentingan umum, asas kepatutan hingga asas keadilan. SYL pun kembali mengungkit soal diskresi untuk kepentingan pangan masyarakat.
“Baik, mohon izin, Yang Mulia. Jadi saya ingin menyampaikan bahwa tadi ada menjelaskan sifat melawan hukum materiilnya itu menjadi hilang karena ada satu hal-hal yang tidak terpenuhi, di dalam hal-hal yang tidak terpenuhi itu berkaitan dengan asas-asas tadi bapak. Asas keadilan, asas kepentingan umum, asas kepatutan dan seterusnya tadi. Nah, yang paling penting yang menjadi koridor adalah apakah dalam pemenuhan hal-hal yang tadi saya sampaikan tadi untuk kepentingan umum dan seterusnya tadi apakah melanggar norma aturan yang ada ataukah tidak. Kalau memang ternyata itu terjadi, ya maka sifat melawan hukumnya bisa hilang karena terpenuhinya asas-asas sebagaimana yang tadi saya sampaikan. Demikian, Yang Mulia,” kata Prof Agus.
“Katakanlah seperti itu dalam pendekatan frame akademik pidana. Tapi pidana kan tidak berdiri sendiri gitu, nah sekarang untuk kepentingan 287 juta orang makanan yang terancam, terus ada diskresi yang diperintahkan dan itu terjadi, apakah itu bisa diabaikan dalam pendekatan pidana saja? Atau tetap harus dijadikan bagian-bagian yang harus tesis antitesa sintesa dari aturan hukum yang ada?” tanya SYL.
“Mohon izin, Yang Mulia, kembali ke konsep tadi sifat melawan hukumnya tadi bapak. Jadi sifat melawan hukumnya tadi menjadi hilang manakala terpenuhi asas-asas yang tadi saya sampaikan, asas yang paling utama adalah kepentingan umum, asas keadilan, dan seterusnya, dan seterusnya. Nah keadilan apakah keadilan bagian sekelompok? tidak. Keadilan tentu bagi sebagian besar masyarakat itu juga harus terpenuhi rasa keadilannya. Demikian, Yang Mulia,” jawab Agus.
Istana Membantah
Istana kemudian membantah keterangan SYL soal diskresi. Stafsus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono, mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak pernah memberi perintah ke menteri untuk menarik uang dari bawahan.
“Tidak benar ada instruksi Presiden dalam rapat kabinet kepada para menteri/kepala lembaga untuk menarik uang dari bawahan atau staf dalam penanggulangan krisis pangan akibat pandemi dan el nino,” kata Dini kepada wartawan, Kamis (13/6/2024).
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.