Jakarta –
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sempat berbicara mengenai pentingnya pengusutan perkara dengan metode scientific crime investigation. Jenderal Sigit mencontohkan pembuktian kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada 2016 yang tidak menggunakan metode itu sehingga menimbulkan banyak persepsi.
Perihal itu, Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho menjelaskan bahwa pihak kepolisian awalnya menerima laporan bahwa Vina dan Eki tewas akibat kecelakaan lalu lintas (laka lantas).
“Ketika laka lantas, anggota menjalankan SOP sesuai dengan laka lantas dengan tadi yang saya sampaikan, dia kurang teliti di lapangan sehingga melihat ini adalah sebagai laka lantas biasa,” kata Sandi di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (21/6/2024).
Sandi mengatakan tindakan anggota tersebut merupakan bentuk ketidaktelitian karena mengkategorikan kasus Vina dan Eki sebagai kecelakaan biasa. Kemudian, beberapa hari setelahnya, kasus terus berkembang hingga Vina dan Eki dinyatakan merupakan korban pembunuhan.
“Perkembangan dari informasi laka lantas tadi ternyata berubah. Informasinya itu adalah korban kriminalitas. Bahkan bisa dibilang itu adalah pembunuhan yang sangat sadis,” ungkap Sandi.
Karena itu, Sandi menyebut terdapat kelalaian petugas saat pertama kali menangani kasus ini. Namun, dia memastikan anggota yang tidak teliti pada penanganan perkara itu sudah diberi sanksi pada 2016 lalu.
“Karena hasil autopsi menyampaikan demikian dan saksi-saksi saat itu dikumpulkan oleh penyidik, tanggal 31 itu adanya laporan polisi. Setelah dilaporkan pada tanggal 31 dan untuk pembuktian lebih lanjut, maka dibutuhkan adanya ekshumasi ataupun bongkar jenazah, tanggal 6 September, berarti 10 hari setelah korban dimakamkan,” jelas Sandi.
“Ini adalah salah satu bentuk kekurangtelitian dari anggota, dan anggota tersebut sudah ditindak pada 2016 lalu. Sudah diproses Propam dan diberikan sanksi,” tambah dia.
Lebih jauh, Sandi mengklaim langkah-langkah scientific tetap dilaksanakan. Adapun hal yang disampaikan Kapolri, kata dia, merupakan masukan yang utuh kepada mahasiswa STIK-PTIK di akhir masa studinya.
“Dan pengarahan semacam ini bukan hanya sekali dilaksanakan oleh pimpinan, sering kali disampaikan untuk mengingatkan kembali, jangan mudah menyimpulkan kejadian, kalau belum yakin tentang peristiwa yang sudah terjadi, dengan melibatkan para ahli-ahlinya tentunya. Nah itu menjadi masukan secara utuh dan menyeluruh, bukan yang hanya di ujungnya saja,” pungkas Sandi.
(jbr/jbr)