Jakarta –
Kasus dugaan korupsi pengadaan 16 kapal Patroli Cepat (Fast Patrol Boat/FPB) di Bea Cukai masih diusut. Hari ini tim penyidik KPK memanggil enam orang sebagai saksi.
“Dugaan tindak pidana korupsi pengadaan 16 (enam belas) unit Kapal Patroli Cepat (Fast Patrol Boat/FPB) pada Direktorat Penindakan dan Penyidikan (P2) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tahun anggaran 2013 sampai dengan 2015,” kata Jubir KPK Tessa Mahardhika Sugiarto kepada wartawan, Rabu (26/6/2024).
Para saksi diperiksa hari di Polda Jawa Timur. Keenam saksi merupakan pihak swasta. Berikut detailnya:
1. Bekti, Surveyor PT BKI cabang Surabaya
2. Fuad, Surveyor PT BKI cabang Surabaya
3. Tonies, Seket/Admin PT BKI cabangpp Surabaya
4. Dian, Seket/Admin PT BKI cabang Surabaya
5. R. Adi Tjahjono, Kepala Bagian Marketing PT DTPS
6. Andy Bintoro, Direktur Utama PT DTPS
Untuk diketahui, KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan 16 kapal Patroli Cepat (Fast Patrol Boat/FPB) di Bea Cukai. Mereka ialah Prahastanto (IPR) selaku Pejabat Pembuat Komitmen, Heru Sunarwanto (HSU) selaku Ketua Panitia Lelang dan Amir Gunawan (AMG) selaku Dirut PT Daya Radar Utama (DRU).
“Dugaan kerugian negara dalam perkara ini adalah Rp 117.736.941.127,” kata Saut Situmorang yang pada saat itu menjabat Wakil Ketua KPK, dalam konferensi pers di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (21/5/2019).
Kasus di Bea Cukai ini bermula pada 2012. Saat itu Sekjen Bea Cukai mengajukan permohonan persetujuan kontrak tahun jamak kepada Sekjen Kemenkeu untuk pengadaan 16 kapal patroli cepat dengan jenis FCB 28 m, 38 m, dan 60 m. Ditjen Bea Cukai pun mendapat alokasi anggaran tahun jamak untuk pengadaan kapal senilai Rp 1,12 triliun.
“Pada proses pelelangan terbatas IPR diduga telah menentukan perusahaan yang dipanggil,” ucap Saut.
Prahastanto diduga mengarahkan panitia lelang untuk tidak memilih perusahaan tertentu. Saut mengatakan ada dugaan perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan hingga pelaksanaan.
“Setelah dilakukan uji coba kecepatan, 16 kapal tersebut tidak dapat mencapai kecepatan sesuai ketentuan,” ujarnya.
Meski tidak memenuhi persyaratan, Bea Cukai tetap menerima dan membayar. 9 dari 16 kapal itu dikerjakan oleh PT DRU.
“Selama proses pengadaan IPR diduga menerima EUR 7 ribu sebagai sale agent mesin yang dipakai oleh 16 kapal. Diduga kerugian keuangan negara darinpengadaan 16 kapal ini sekitar Rp 117,7 miliar,” ujar Saut.
“Kami ingin yg terjadi ini yang terbaik bisa kita dapat yang terbaik karena akan bekerja selama 5 tahun, cukup lama,” ucapnya.
(ygs/idn)