Jakarta –
Menteri Luar Negeri RI (Menlu RI) Retno Marsudi bertemu dengan Menlu Austria, Alexander Schallenberg, di Wina, Austria. Dalam kunjungannya, Retno meminta Austria mempertimbangkan mengakui Palestina.
“Selain membahas penguatan kerja sama bilateral, kami juga berdiskusi mengenai situasi dunia. Saya sampaikan harapan Indonesia, agar Austria dapat mulai mempertimbangkan pengakuannya terhadap Palestina,” kata Retno, dalam press briefing, di YouTube MoFa Indonesia, Rabu (26/6/2024).
Retno mengaku memahami posisi Austria yang masih sulit menerapkan pengakuan tersebut. Namun, ia mendorong konstitensi Austria dalam mendukung two state solutions.
“Saya paham betul bagi posisi Austria masih sulit saat ini, namun mengingat Austria mendukung penyelesaian two-state solution, maka masalah pengakuan terhadap Palestina ini merupakan satu langkah yang menunjukkan konsistensi dukungan terhadap two-state solution,” katanya.
Selain itu, Retno juga menyampaikan penghargaan atas dukungan Austria terhadap UNRWA. Diketahui, Austria sempat membekukan bantuan kepada UNRWA. Namun, pada tanggal 18 Mei lalu, Austria memutuskan untuk mengaktifkan kembali pendanaan ke UNRWA dengan total anggaran EUR 3,4 juta untuk 2024.
Tercatat sejak 7 Oktober 2023, Austria telah menyalurkan bantuan kemanusiaan sebesar EUR 32 juta melalui WFP dan ICRC. Retno menilai bantuan kemanusiaan tersebut sangat penting untuk mendukung kehidupan masyarakat sipil di Gaza dan juga Tepi Barat.
Lebih lanjut, diinformasikan penduduk Gaza sekitar 2,23 juta mengalami high levels of acute food insecurity. Retno lalu mendorong agar gencatan senjata segera diterapkan di Gaza.
“Oleh karena itu, sekali lagi gencatan senjata harus segera dilakukan, perang harus dihentikan, dan kita dapat segera menyelamatkan nyawa-nyawa orang yang tidak berdosa di Gaza,” kata Retno.
Selain itu, dalam pertemuan dengan Menlu Austria itu, Retno membahas berbagai kerjasama bilateral, dari mulai kerjasama di bidang perdagangan dan investasi, pendidikan dan pengembangan kapasitas, pariwisata, serta kerjasama people to people contact.
Di Wina, Retno juga melakukan pertemuan dengan Executive Secretary CTBTO (Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty), Robert Floyd. CTBT (Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty) adalah traktat yang melarang uji coba nuklir.
Menurut Retno pertemuan tersebut sangat penting di tengah situasi dunia yang tidak pasti akibat konflik. Dalam pertemuan tersebut, Retno berbicara tentang multiletarlisme.
Dalam pertemuan itu juga membahas tentang kemajuan ratifikasi CTBT. Retno berharap agar semakin banyak negara yang meratifikasi CTBT.
“Kita bahas mengenai kemajuan ratifikasi. Kita sambut baik ratifikasi PNG pada 13 Maret tahun ini, dan kita sepakat untuk terus mendorong ratifikasi oleh negara-negara di Annex II,” katanya.
Dalam ketentuannya dikatakan bahwa CTBT akan berlaku jika negara dalam Annex II CTBT telah melakukan ratifikasi. Negara Annex II adalah negara yang ikut dalam negosiasi CTBT pada tahun 1994 hingga 1996 di Conference on Disarmament, pernah dan masih memiliki senjata nuklir dan atau reaktor nuklir berkapasitas besar.
Saat ini CTBT telah ditandatangani 187 negara dan telah diratifikasi 178 negara. Sehingga menurut Retno masih diperlukan ratifikasi dari 8 negara Annex II, yaitu China, Korea Utara, Mesir, India, Iran, Israel, Pakistan, dan AS, agar dapat diberlakukan atau biasa kita sebut entry into force.
Sementara itu, Indonesia merupakan negara Annex II yang telah meratifikasi pada tahun 2011.
(yld/zap)