Jakarta –
Target penjualan kadang memaksa majikan agar mempekerjakan buruhnya bekerja over time. Tapi bolehkah tanpa membayar uang lembur?
Berikut pertanyaan pembaca detik’s Advocate:
Selamat pagi Pak
Perkenalkan saya F (nama disamarkan) ingin bertanya pak.
Saya adalah karyawan PKWT (kontrak) di sebuah perusahaan retail yang bergerak di penjualan gadget. Saya adalah seorang sales yang di mana jam kerja shift pagi dimulai jam 09.00 – jam 19.00 malam.
Kalau shift siang kerja dari jam 13.00 siang – jam 22.00 malam. Namun kami dituntut untuk ikut meeting online juga pada saat jam istirahat (pulang kerja). Biasanya dimulai jam 23.00 malam dan kadang hingga jam 01.00 malam pak.
Kemudian kami juga terkadang lembur Pak melebihi jam kerja di atas dan itu tidak dibayarkan Pak.
Apa itu bisa dilaporkan pak?
Terima kasih
F
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kami meminta jawaban dari advokat Advokat Destiya Nursahar SH. Berikut jawabannya:
Pada dasarnya ketentuan mengenai waktu kerja karyawan berdasarkan peraturan perundang-undangan tentang Cipta Kerja adalah:
1. Tujuh jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu untuk skema 6 hari kerja dalam seminggu, atau;
2. Delapan jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu untuk skema 5 hari kerja dalam seminggu.
Ketentuan waktu kerja tersebut dikecualikan bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang telah diatur dalam Pasal 23 sampai 25 PP No.35 tahun 2021. Berdasarkan kronologis yang anda sampaikan, kami melihat bahwa jam kerja pada perusahaan anda adalah 10 jam perhari, baik untuk shift pagi maupun shift siang. Apabila sektor usaha perusahaan anda bukan termasuk sektor yang dikecualikan, maka dapat dikatakan bahwa perusahaan tempat anda bekerja telah menyalahi aturan ketentuan waktu kerja.
Mempekerjakan pekerja di luar dari waktu kerja berdasarkan ketentuan di atas adalah diperbolehkan namun hal tersebut diperhitungkan sebagai kerja lembur sehingga pengusaha atau perusahaan yang mempekerjakan karyawan melebihi waktunya maka wajib untuk membayar upah lembur.
Kerja lembur dalam peraturan perundang-undangan dimaknai sebagai penggunaaan waktu bekerja yang dilaksanakan diluar dari jam kerja atau melewati batas waktu jam kerja dengan syarat-syarat diantaranya harus ada perintah dari pengusaha, ada persetujuan dari pekerja, dan juga harus dilakukan paling banyak 4 jam dalam sehari dan 18 jam dalam seminggu.
Upah lembur dihitung per/jam mengacu pada upah bulanan. Untuk dapat mengetahui upah per/jam, rumusnya adalah 1/173 x upah sebulan. Ketentuan mengenai perhitungan upah lembur berdasarkan PP No.35/2021 sebagai berikut:
1. Mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerjanya pada hari kerja, maka upah lembur pada 1 jam pertama adalah 1,5x upah per/jam, dan pada jam berikutnya dihitung 2x upah per/jam.
2. Mempekerjakan pekerja di hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi maka perhitungannya adalah :
Untuk skema 6 hari kerja dan 40 jam seminggu:
a. Jam pertama sampai jam ke-tujuh = 2x upah per/jam
b. Jam ke-delapan = 3x upah per/jam
c. Jam ke-sembilan sampai jam ke-sebelas = 4x upah per/jam
Jika hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek maka:
a. Jam pertama sampai jam ke-lima = 2x upah per/jam
b. Jam ke-enam = 3x upah per/jam
c. Jam ke-tujuh sampai jam ke-sembilan = 4x upah per/jam
Untuk skema 5 hari kerja dan 40 jam seminggu:
a. Jam pertama sampai jam ke-delapan = 2x upah per/jam
b. Jam ke-sembilan = 3x upah per/jam
c. Jam ke-sepuluh sampai jam ke-duabelas = 4x upah per/jam
|
Lantas bagi pengusaha atau perusahaan yang tidak melaksanakan kewajibannya untuk memberikan upah lembur, maka dapat dilaporkan ke pihak Kepolisian karena melakukan tindak pidana pelanggaran upah berdasarkan Undang- Undang Cipta Kerja yang sanksinya berupa kurungan paling singkat 1 bulan dan paling lama 12 bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp 10 juta dan paling banyak Rp 100 juta.
Selain itu pekerja juga dapat melaporkan ke Pengawas Ketenagakerjaan pada Dinas Ketenagakerjaan setempat karena menyalahi aturan ketentuan waktu kerja maupun karena tidak melakukan pembayaran upah lembur. Apabila terbukti melakukan pelanggaran maka pengusaha atau perusahaan akan dikenakan sanksi administratif yang berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, hingga pembekuan kegiatan usaha.Dan oleh karena upah lembur yang tidak dibayar merupakan bentuk perselisihan hak, maka pekerja juga dapat menempuh upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui upaya bipartit, tripartit, dan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Semoga bermanfaat.
Regards,
Destiya Nursahar SH
(Partner di Saksono & Suyadi Law Firm)
Tentang detik’s Advocate
detik’s Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen, dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
|
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke email: andi.saputra@detik.com
Pertanyaan ditulis dengan runtut dan lengkap agar memudahkan kami menjawab masalah yang Anda hadapi. Bila perlu sertakan bukti pendukung.
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
(asp/dhn)