Ketua Penyiaran Digibroadcast dan Media Mastel, Neil R. Tobing. (Wiwie/MPI)
JAKARTA – Fenomena industri penyiaran di Tanah Air mendapat sorotan dari Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel). Lembaga nirlaba bidang teknologi informasi, komunikasi dan penyiaran itu menilai industri saat ini mulai tidak kondusif.
Hal tersebut disinggung dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan di Ballroom Hotel Akmani Jakarta, pada Rabu, (3/7/2024), melalui tema ‘Masa Depan Penyiaran Pasca ASO & Dirupsi Digital.
Dalam FGD tersebut, Ketua Penyiaran Digibroadcast dan Media Mastel, Neil R. Tobing mengatakan, pihaknya saat ini menjadikan masalah kondusifitas dunia penyiaran tersebut sebagai salah satu fokus utama dari 10 program strategis yang mereka susun.
“Jadi hari ini kepengurusan Mastel, untuk tiga tahun ke depan sudah dilantik. Salah satu fokus dari 10 program strategis Mastel itu adalah bagaimana menciptakan kondusifitas terutama lingkungan yang baik kepada industri penyiaran agar tetap bisa bersaing, dan tentunya agar kita bisa hidup sepuluh, dua puluh, tiga puluh tahun ke depan,” ujar Neil, saat diwawancara di sela-sela acara.
Salah satu media penyiaran yang menurutnya sudah mulai tidak kondusif eksistensinya yakni adalah media televisi.
Salah satu pemicunya yakni pandemi Covid-19 yang sempat melanda beberapa waktu lalu, dan ditambah dengan penerapan Analogue switch-off (ASO) yang timingnya dinilai kurang tepat.
“Karena distripsi digital yang luar biasa, di era revolusi 4.0, memang keberadaan televisi kalau kita lihat dari berbagai riset itu memang dari sisi penetrasi juga menurun. Apalagi dari sisi indeks,” ungkapnya.
“Indeks dari televisi belanja iklan itu mencapai puncaknya tahun 2019, akibat Covid terjadi kontraksi. Kemudia ASO yang mungkin timing-nya kurang tepat membuat industri ini terjerumus lebih dalam,” sambungnya.