Jakarta –
Sekjen PAN Eddy Soeparno menyatakan tidak setuju pembayaran uang kuliah mahasiswa menggunakan pinjaman online (Pinjol). Menurut Eddy, Pinjol justru akan memberatkan mahasiswa.
“Dari berbagai jenis pembiayaan, Pinjol masuk kategori pinjaman yang paling mahal. Selain persyaratannya ringan, jaminannya nihil dan pemberi pinjaman nyaris tidak mengenal debiturnya,” ujar Eddy dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/7/2024).
“Pinjol untuk membayar kuliah justru berpotensi menciptakan masalah daripada menjadi solusi,” tambahnya.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI ini mengatakan pinjaman online berisiko lantaran bunga yang didapat tinggi. Ia mengingatkan tak semua mahasiswa setelah lulus langsung mendapatkan pekerjaan.
“Harus diingat bahwa ketika lulus mahasiswa masih harus mencari kerja. Masa tunggu sampai mendapat pekerjaan antara mahasiswa satu dan yang lain juga berbeda. Sementara itu beban bunga dan tagihan Pinjol akan terus berjalan dan akan terus bertambah nilainya karena terlambat bayar misalnya,” ungkap Eddy.
Ia berharap setelah lulus, mahasiswa bisa memiliki kualitas yang baik. Namun, jika terlilit uang, pada akhirnya akan membebankan peminjam online.
“Kita ingin agar lulusan universitas memiliki kualitas yang baik. Namun bagaimana bisa dilaksanakan kalau setelah lulus mereka terlilit hutang dan ujung-ujungnya stres karena jadi sasaran ancaman debt collector,” ujar Eddy.
Eddy mengatakan dari pengalamannya di perbankan dan lembaga keuangan internasional, mahasiswa di Amerika banyak yang tertekan mentalnya karena memiliki student loan dari lembaga perbankan. Padahal, kata dia, student loan di Amerika rata-rata bunganya rendah.
“Bisa dibayangkan bagaimana tertekannya mahasiswa kita ke depan jika ia memiliki hutang Pinjol yang bunganya selangit dan dikejar-kejar debt collector ,” ungkapnya.
Karena itu menurutnya tak bijak membuka wacana agar mahasiswa membayar UKT dari Pinjol. Mesti ada solusi yang konkret dari pemerintah.
“Saya yakin dan percaya ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk memberikan keringanan bagi mahasiswa untuk membayar uang kuliah,” tutur Eddy.
“Solusi-solusi kebijakan itu harus menjadi prioritas dan menghindari pinjaman online sebagai solusi untuk mahasiswa,” imbuhnya.
(dwr/gbr)