Jakarta –
Eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menjelaskan alasan dirinya meminta Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ke-10 dan Ke-12 Jusuf Kalla menjadi saksi meringankan (saksi a de charge). Hal tersebut untuk membuktikan bahwa tak ada niatan dirinya berperilaku koruptif.
SYL awalnya mengatakan terpilihnya sebagai Gubernur Sulawesi Selatan dua periode menunjukkan tingginya tingkat kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap kinerja dan integritasnya. Namun, ia pun mengaku heran, mengapa saat dirinya menjadi menteri dituding melakukan korupsi.
“Karena itulah, maka saya memberanikan diri pernah mengajukan permohonan agar Presiden RI Bapak Joko Widodo dan mantan Wakil Presiden RI Bapak Jusuf Kalla berkenan menjadi saksi a de charge saya. Mengapa Ketika saya menjabat sebagai Menteri, terhadap saya disangkakan dan didakwakan melakukan perbuatan korupsi?” Kata SYL saat membacakan pledoi saat sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (5/7/2024).
SYL memandang, jika dirinya hendak korupsi maka semestinya sudah dilakukannya sedari menjadi kepala daerah puluhan tahun lalu. Dengan begitu, dirinya akan menjadi seorang birokrat kaya raya.
“Apabila saya memang berniat melakukan itu, saya pasti sudah melakukannnya sejak dari dulu menjabat di daerah dan apabila hal tersebut terjadi, dengan rentang waktu karier saya sebagai birokrat yang panjang, saya pasti akan sudah menjadi salah satu orang yang sangat punya kekayaan,” ujarnya.
SYL kemudian mengaku selalu memastikan betul kepada bawahannya honor maupun uang yang diberikan kepadanya sudah sesuai ketentuan.
“Adapun penerimaan yang saya dapatkan selama ini adalah honor dan uang perjalanan dinas, yang selalu saya tanyakan kepada saudara Kasdi dan Panji, dan keduanya selalu menjawab bahwa biaya tersebut, semua sudah sesuai aturan dan kata kata khas yang selalu saya ingat ‘Ini sudah dipertanggung jawabkan bapak, ini sudah menjadi hak menteri, pak’. Lillahita’ala rasulluah tidak jadi sembayang saya kalau tidak sebut itu. Setiap saya hati-hati uang ini,” ujarnya.
Seperti diketahui, SYL menyampaikan pleidoi atau nota pembelaan dalam sidang usai dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa KPK. Salah satu hal memberatkan SYL ialah perbuatannya bermotif tamak.
Pihak Jokowi dan JK Merespons
Stafsus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono menyebut permintaan itu tidak relevan. Menurutnya, dugaan korupsi yang dilakukan SYL adalah kepentingan pribadi.
“Menurut kami, permintaan tersebut tidak relevan. Proses persidangan SYL adalah terkait dugaan tindakan yang dilakukan dalam kapasitas pribadi dan bukan dalam rangka menjalankan tupoksinya sebagai pembantu Presiden,” kata Dini kepada wartawan, Sabtu (8/6/2024).
Senada, Jubir JK, Husain Abdullah pun menganggap permintaan SYL tak relevan. Sebab, JK bukan lagi wapres saat SYL menjadi menteri sehingga tak ada keterkaitan.
“Pak JK tidak relevan untuk dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan SYL. Karena SYL menteri bukan pada saat Pak JK menjadi wapres,” kata Husain kepada wartawan, Sabtu (8/6/2024).
Sebagai informasi, SYL didakwa menerima gratifikasi dan memeras anak buah yang totalnya mencapai Rp 44,5 miliar. SYL didakwa melakukan perbuatan tersebut bersama Sekjen Kementan nonaktif Kasdi dan mantan Direktur Kementan Hatta. Ketiganya diadili dalam berkas terpisah.
Uang itu diterima SYL selama menjabat Menteri Pertanian pada 2020-2023. Jaksa mengatakan SYL memerintahkan staf khususnya, Imam, Kasdi, M Hatta dan ajudannya, Panji, untuk mengumpulkan uang ‘patungan’ ke para pejabat eselon I di Kementan. Uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi SYL.
Atas hal tersebut, SYL dkk didakwa jaksa KPK melanggar Pasal 12 huruf e atau huruf f atau Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
(taa/isa)