Jakarta –
Direktorat Tidak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri membongkar kasus judi online dan pornografi jaringan internasional. Polisi menyebut bandar sekaligus pengendali situs judi online dan pornografi dikendalikan oleh seorang warga negara Taiwan berinisial K.
Hal itu disampaikan oleh Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro dalam jumpa pers di gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2024).
“Para pelaku bagian dari sindikat bandar judi internasional yang dipimpin oleh warga negara Taiwan berinisial K,” kata Djuhandhani.
Djuhandani mengungkap K datang ke Indonesia melakukan praktik judi online. Dia juga mempekerjakan warga negara Indonesia, kemudian berkantor di Indonesia.
“Kemudian yang datang ke Indonesia dan melakukan praktik judi online mereka memiliki server yang berada di Taiwan dan kantor operasional yang berada di Tangerang, Karawaci,” ungkap Djuhandhani.
Berdasarkan penyidikan, kata Djuhandani, praktik perjudian online tersebut sudah berlangsung sejak Desember 2023 hingga April 2024. Dia mengungkap perputaran uang pada kasus judi online melalui aplikasi streaming itu mencapai Rp 500 miliar.
“Dari pengungkapan oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Polri ditemukan dua situs judi online, yaitu Hot51 dan 82Gaming. Di mana situs-situs tersebut selalu mengubah domainnya dengan bertujuan menyamarkan konten judi pada situs-situs tersebut,” katanya.
“Pada situs Hot51 tersedia dua layanan, yaitu layanan judi online dan layanan live streaming pornografi. Dalam hal layanan live streaming, sindikat ini merekrut agen yang bertugas mencari streamer atau host,” sambungnya.
Dalam kasus dua situs judi online itu, Djuhandani menyebut pihaknya telah menetapkan 8 orang sebagai tersangka, yakni CCW, SM, WAN, KA, AIH, NH, DT, dan ST. Pengungkapan tindak pidana tersebut, kata Djuhandhani, dilakukan di 6 provinsi, yakni di Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, dan Sulawesi Selatan.
“(Tersangka) K sementara masih DPO, kami terus berkoordinasi dengan Hubinter untuk mencari keberadaan K,” pungkas dia.
Akibat perbuatannya, para pelaku dijerat dengan Pasal 303 KUHP dan/atau Pasal 45 ayat 1 dan 3 jo 27 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.
(ond/azh)