Jakarta –
Bareskrim Polri mengungkap kasus judi online (judol) jaringan internasional pada dua situs judi online yakni Hot51 dan 82gaming. Pada situs Hot51, selain layanan judi online, disediakan juga layanan live streaming pornografi.
“Situs-situs tersebut selalu merubah domainnya dengan bertujuan menyebarkan konten judi pada situs-situs tersebut. Pada situs Hot51 tersedia dua layanan yaitu layanan judi online dan layanan live streaming pornografi,” ujar Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2024).
Djuhandhani menyebut, layanan pornografi pada situs itu dibawakan oleh seorang host yang berpakaian minim hingga berhubungan intim saat live.
“Dalam hal layanan live streaming, sindikat ini merekrut agen yang bertugas mencari streamer atau host. Ada pun host tersebut melaksanakan live streaming sambil berpakaian minim atau seksi, sampai dengan tidak berpakaian dan berhubungan intim,” terang Djuhandhani.
“Sedangkan agen bertugas mengatur jam kerja dan mencatat kinerja host serta mendistribusikan pendapatan host atau gaji maupun bonus,” sambung dia.
Adapun kegiatan ilegal itu dikendalikan oleh seorang warga negara Taiwan inisial K yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka dan masuk dalam daftar pencarian orang.
“Praktek perjudian online dalam kurun waktu bukan Desember 2023 sampai April 2024. Para pelaku bagian dari sindikat bandar judi internasional yang dipimpin oleh warga negara Taiwan berinisial K,” ucap dia.
Djuhandhani menyebut, para host ditargetkan untuk melakukan live streaming selama tiga jam setiap hari. Dari Situ mendapatkan gaji minimum dan mendapatkan bonus gift yang diberikan oleh viewers.
“Berdasarkan proses penyidikan didapatkan informasi terkait dengan pembagian persentase agen dan host. Dimana agen mendapatkan keuntungan 10 persen dari gaji dan gift,” terang Djuhandani.
Dalam kasus dua situs judi online itu, Djuhandani menyebut pihaknya telah menetapkan 8 orang sebagai tersangka yakni CCW, SM, WAN, KA, AIH, NH, DT dan ST. Pengungkapan tindak pidana tersebut, kata Djuhandhani dilakukan di 6 provinsi, diantaranya di Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, dan Sulawesi Selatan.
“Terkait dengan hasil penyidikan ini Dittipidum juga berkoordinasi dengan Kementerian Kominfo yang saat ini situs tersebut sudah di blokir,” imbuh dia.
Akibat perbuatannya, para pelaku dijerat dengan Pasal 303 KUHP dan atau Pasal 45 Ayat 1 dan 3 jo 27 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.
(/aik)