Jakarta –
Kasespim Polri Irjen Prof Dr Chryshnanda Dwilaksana menyebutkan refleksi seniman atas sosok Kapolri ke-5 Jenderal Hoegeng Iman Santoso tak ada yang negatif. Hal itu disampaikan dalam peluncuran buku dan pameran karya terkait Jenderal Hoegeng di Balai Budaya, Menteng, Jakarta Pusat.
“Saya mengapresiasi angkatan 33 ini luar biasa. Tidak mudah menuliskan tentang Pak Hoegeng. Saya tahun 2000-an meresensi bukunya Pak Rama tentang Pak Hoegeng aja pening, sebulan nggak jadi-jadi,” kata Chryshnanda ketika membuka sambutannya, Rabu (10/7/2024).
Dia mengatakan sempat bingung dengan istilah yang didengarnya, yaitu polisi sipil. Ternyata dia mengetahui bahwa maksudnya adalah civilization police atau polisi yang berkeadaban.
“Pak Hoegeng sebagai seniman, sebagai polisi, ternyata ada benang merahnya,” ujarnya.
Chryshnanda mengatakan banyak seniman yang merefleksikan sosok Jenderal Hoegeng ke dalam karya. Karya-karya yang dibuat tersebut, menurut dia, tak ada yang bermasalah negatif.
“Refleksi para seniman terhadap Pak Hoegeng itu tidak ada yang negatif, semua merespons positif. Seniman tidak bisa direm, diperintah, diatur-atur. Kalau nggak senang, pasti katakan tidak senang,” ucap Chryshnanda.
Dia turut mengucapkan terima kasih kepada cucu Kapolri ke-5 Jenderal Hoegeng Iman Santoso, Rama Hoegeng. Sebab, memercayakan karya-karya Jenderal Hoegeng untuk dipamerkan.
“Nanti kita bisa melihat, ternyata yang menjadi seniman bukan hanya Pak Hoegeng. Ternyata Bu Merry juga melukis walaupun di kain perca, putra-putrinya juga melukis,” katanya.
Chryshnanda menjelaskan bahwa seni merupakan jembatan hati. Bagi polisi, menurut dia, seni merupakan suatu komunikasi antara indra dan jiwa.
“Di mana karya dan penikmatnya bisa menelusuri dan bisa mengikuti lorong-lorong dan relung-relung karyanya. Maka hari ini Pitutur Hoegeng Bertutur merefleksikan bahwa Pak Hoegeng ini masih hidup dan abadi karena ada legacynya,” pungkasnya.
(rdh/fas)