Jakarta –
Keluarga terpidana pembunuhan Vina dari Cirebon melaporkan dua saksi dalam kasus itu, Aep dan Dede, ke Bareskrim. Aep dan Dede dilaporkan soal dugaan memberikan keterangan palsu. Pihak kepolisian mengusut pelaporan tersebut.
“Polri setiap ada laporan tentu kami menerima ya. Menjadi hak para pelapor,” kata Karo Penmas Divhumas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, kepada wartawan di Jakarta Pusat, Kamis (11/7/2024).
Trunoyudo menyebut selanjutnya pihak kepolisian akan menganalisis laporan yang dilayangkan. Polisi akan melakukan serangkaian kegiatan penyelidikan sesuai aturan yang ada.
“Tentu langkah yang dilakukan akan melakukan penelitian mengkaji menganalisis terhadap setiap laporan-laporan. Tentu ini menjadi pada tugas Polri, namun tentu kita akan cermati, analisis dengan apa yang akan menjadi bagian dari laporan tersebut,” ujarnya.
Sebelumnya, laporan keluarga terpidana pembunuhan Vina tersebut telah diterima dan teregister dengan nomor: LP/B/227/VII/2024/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 10 Juli 2024.
“Jadi betul hari ini saya buat laporan atas nama para terpidana dan kegiatan ini adalah rangkaian kegiatan untuk mencari bukti-bukti yang lain,” ujar pengacara keluarga terpidana kasus Vina Cirebon, Roely Panggabean, di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (10/7).
Roely menyebut Aep dan Dede diduga memberikan keterangan palsu saat diperiksa polisi terkait kasus pembunuhan Vina. Keterangan itu telah dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) saat keduanya diperiksa.
“Keterangan bohong yang diucapkan Aep dan Dede yang menyatakan mereka bahwa mereka melihat lima (orang) itu, yang jadi terpidana itu, ada di depan di SMP 11. Faktanya mereka tidak ada di situ,” ujar Roely.
“Banyak hal yang kita lihat bahwa dilempari di situ penduduk sana kita sudah ambil bukti-bukti nggak ada tuh keributan malam itu. Demikian juga yang warungnya,” tambah dia.
Roely berharap laporan ini bisa membuktikan kebenaran dalam kasus pembunuhan Vina. Dia mengatakan Aep dan Dede diduga melanggar Pasal 242 KUHP tentang memberikan keterangan palsu di bawah sumpah.
“Nanti penyidik lah yang bagaimana nih duduk permasalahannya yang berbohong atau tidak, nanti akan ketahuan,” ujar Roely.
Dia juga mengatakan laporan ini merupakan salah satu upaya para terpidana bebas dari jeratan vonis seumur hidup penjara. Roely mengatakan laporan dan segala hasil penyelidikan oleh Bareskrim Polri akan dijadikan sebagai bukti baru atau novum.
Adapun novum itu dimaksudkan untuk jadi bahan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) bagi tujuh terpidana yakni Rivaldi Aditya Wardana, Eko Ramadhani, Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, dan Sudirman.
“Betul rangkaian selama ini nanti untuk PK. Ke depan masih ada lagi nah jadi mudah mudahan kalau ini diterima dan terbukti, pengadilan terdakwa itu lain lagi. Mudah-mudahan ke depan kita diperiksa lagi dan diberi kelancaran,” ucapnya.
Sebagaimana diketahui, PN Cirebon sudah memvonis tujuh orang dengan pidana penjara seumur hidup. Mereka adalah Rivaldi Aditya Wardana, Eko Ramadhani, Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, dan Sudirman. Sedangkan seorang anak di bawah umur berinisial ST divonis dengan hukuman 8 tahun penjara.
Kasus ini bermula usai polisi melakukan penyidikan atas pembunuhan yang terjadi pada Sabtu, 27 Agustus 2016, pukul 22.00 WIB. Sebelum dinyatakan bahwa kasus ini merupakan pembunuhan, awalnya polisi menduga sejoli ini tewas akibat kecelakaan lalu lintas. Beberapa hari berselang polisi mengungkap pelaku pembunuhan dan menangkap para pelaku.
Para pelaku diadili di Pengadilan Negeri Cirebon pada Mei 2017. Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut hukuman mati terhadap pelaku. Namun, majelis hakim PN Cirebon memvonis hukuman seumur hidup.
(wnv/dnu)