Eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dinyatakan terbukti bersalah telah melakukan pemerasan terhadap anak buahnya di Kementerian Pertanian (Kementan). Majelis hakim Tipikor Jakarta menyatakan SYL tak mungkin tidak mengetahui keluarganya menerima fasilitas pembayaran dari Kementan.
Seperti diketahui, SYL telah divonis 10 tahun penjara. Sidang putusan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (11/7/2024). Selain SYL, majelis hakim juga membacakan vonis untuk dua terdakwa lain, yakni Sekjen Kementan nonaktif Kasdi Subagyono dan mantan Direktur Kementan M Hatta.
Salah satu hal yang memberatkan vonis adalah SYL berbelit-belit ketika memberikan keterangan. Selain itu, Hakim menyatakan SYL tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sementara hal meringankan ialah telah berusia lanjut, berkontribusi positif saat krisis pangan di era pandemi COVID-19 serta banyak mendapat penghargaan dari pemerintah.
Saat membacakan pledoi atau nota pembelaan, SYL mengklaim bahwa insan Kementan yang mendekatinya dan memberikan fasilitas kepada keluarganya. Hakim menepis pembelaan SYL.
“Menimbang bahwa selanjutnya terhadap pembelaan terdakwa SYL yang pada pokoknya menyatakan, ‘insan Kementan yang melakukan pendekatan, salah satunya dengan melayani keluarga terdakwa seolah-olah memang bagian dari fasilitas seorang Menteri beserta keluarganya dengan harapan jabatannya aman bahkan naik’,” kata hakim ad hoc Tipikor Jakarta, Ida Ayu Mustikawati dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Kamis (11/7/2024).
“Majelis berpendapat bahwa berdasarkan fakta persidangan terdakwa adalah seorang birokrat senior yang berpengalaman karirnya dimulai dari menjadi lurah, camat, sekwilda, bupati 2 periode, wakil gubernur, gubernur 2 periode sebelumnya di wilayah Sulawesi Selatan, dan puncaknya diangkat dan dilantik menjadi Menteri Pertanian RI periode 2019 sampai 2023, dengan pengalaman terdakwa sebagai seorang birokrat tidak mungkin tidak mengetahui dan melakukan pembiaran terhadap pemberian fasilitas dan keluarga yang diberikan oleh insan Kementan,” imbuh hakim.
Hakim berpendapat SYL mengetahui fasilitas kedinasan dan di luar kedinasan untuk seorang menteri. Dia mengatakan SYL juga dekat dengan anggota keluarganya.
“Karena sejatinya terdakwa mengetahui apa yang semestinya merupakan fasilitas kedinasan atau bukan bagi dirinya sebagai seorang menteri atau di luar kedinasan, apalagi untuk kepentingan keluarga. Jika dilihat dari latar belakang dan riwayat kehidupan keluarga yang mengakui apalagi mengingat kedekatan terdakwa dengan anggota keluarganya,” imbuhnya.
Hakim Nyatakan Keluarga SYL Nikmati Hasil Korupsi
Hakim menyatakan SYL telah menyalahgunakan kekuasaannya dengan memaksa pemberian uang dan membayarkan keperluannya bersama keluarganya. Total uang yang dinikmati SYL dan keluarganya itu senilai Rp 14,1 miliar dan USD 30 ribu.
SYL dinyatakan bersalah melanggar Pasal 12 e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Hakim pun menghukum SYL membayar denda Rp 300 juta. Apabila denda tak dibayar, maka diganti hukuman kurungan.
Hakim juga menghukum SYL membayar uang pengganti sejumlah uang yang diterimanya, yakni Rp 14.147.144.786 (Rp 14,1 miliar) dan USD 30 ribu. Jika harta benda SYL tak mencukupi untuk membayar uang pengganti itu, maka diganti dengan kurungan.
Hakim menyatakan tidak ada hal yang dapat menghapus pidana pada diri SYL. Hakim juga menilai SYL seharusnya memahami mana fasilitas resmi dan tidak resmi bagi seorang menteri.
Hakim juga menilai berbagai dalih SYL dan tim pengacaranya terkait pemberian mobil untuk anak SYL, perekrutan cucu SYL sebagai honorer Kementan, hingga pembayaran biaya umroh bertentangan dengan fakta dalam persidangan. Hakim menyatakan tidak sependapat dengan pleidoi SYL dan tim pengacaranya.
SYL pernah mengaku fasilitas buat keluargannya ditawarkan staf. Selengkapnya di halaman selanjutnya.