Jakarta –
Guru honorer di Jakarta ramai-ramai mengadu mengalami pemecatan di awal tahun ajaran baru. Plt Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Budi Awaluddin pun mengatakan bahwa pihaknya sudah mengingatkan pihak sekolah untuk tidak menerima guru honorer sejak 2017.
“Kami sudah informasikan jauh hari ya dari 2017 dan bahkan dari 2022 pun kita sudah menginformasikan jangan mengangkat guru honorer. Nah dalam praktiknya ada beberapa sekolah, kepala sekolah yang mengangkat guru honorer yang dibiayai oleh dana BOS,” kata Budi pada wartawan di Balai Kota Jakarta, Rabu (17/7/2024).
Ia menjelaskan bahwa dalam Permendikbud No. 63 tahun 2022 pasal 40 (4), guru yang dapat diberikan honor harus memenuhi persyaratan berstatus bukan ASN, tercatat pada Data Pokok Pendidikan (Dapodik), Memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), dan Belum mendapat tunjangan profesi guru.
“Dalam Permendikbud, dana BOS itu guru yang dibiayai dana BOS ada empat kriteria. Pertama, mereka bukan ASN, kedua mereka terdata di dalam Dapodik, ketiga mereka mempunyai NUPTK, dan keempat tidak ada tunjangan gurunya. Nah dari keempat tersebut ada dua yang tidak dimiliki kan yaitu mereka tidak terdata dalam data Dapodik dan mereka tidak mempunyai NUPTK,” ujarnya.
Jadi apa yang dilakukan para kepala sekolah selama ini dengan mengangkat para guru honorer, kata Budi, tidak sepengetahuan dari Dinas Pendidikan dan tidak sesuai dengan kebutuhan.
“Pengangkatannya tidak di-publish, dan pengangkatannya subjektivitas. Inilah yang terjadi,” ungkapnya.
Sementara itu, Budi mengatakan bahwa salah satu alasan sekolah mengangkat guru honorer, karena kurangnya tenaga pengajar. Selain itu, berdasarkan hasil pemeriksaan BPK tahun 2023 ditemukan peta kebutuhan guru honor yang tidak sesuai dengan Permendikbud serta ketentuan sebagai penerima honor.
“Alasan mau melakukan itu, ya mungkin bisa karena bisa jadi karena kekurangan guru. Ya kan seperti itu. Banyak sih, banyak alasan mereka,” imbuhnya.
“Guru honorer saat ini diangkat oleh kepsek tanpa rekomendasi dari dinas pendidikan. yang dibiayai oleh dana BOS. Kami melakukan cleansing hasil temuan dari BPK,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri menceritakan kronologi pemutusan kontrak kerja guru honorer di Jakarta. Pemutusan itu terjadi saat sekolah memulai tahun ajaran baru.
“Pada 5 Juli, hari Jumat. Itu ada guru anggota kami P2G di Jakarta mendapat pesan WhatsApp dari kepala sekolahnya, bahwa sekolah itu sudah tidak menerima honorer lagi. Si guru ini dinyatakan tidak bisa ngajar lagi kira-kira gitu, cuma bahasanya halus,” kata Iman saat dihubungi, Selasa (16/7).
“Dia dibilang sudah tidak bisa mengajar lagi, di hari pertama tahun ajaran baru tersebut, plus diberikan broadcast dari kepala sekolah tersebut kepada guru honorer. Setelah diumumkan mereka tidak boleh lagi mengajar, mereka disuruh mengisi formulir cleansing tersebut. Ibaratnya kayak ditembak, disuruh gali kuburan sendiri,” sambungnya.
Dia melihat saat ini Indonesia sedang terjadi pemberhentian massal guru-guru honorer dengan cara masing-masing di tiap daerah. Hingga saat ini, total sudah ada 107 guru honorer di seluruh DKI Jakarta yang terkena ‘cleansing honorer’.
(azh/azh)