Jakarta –
Pajak dikenakan negara kepada warga di berbagai sektor, salah satunya gaji rakyat. Tapi apakah semua gaji dikenai pajak?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik’s Advocate, yaitu:
Selamat malam.
Pak mau tanya apakah penghasilan Rp 2 juta perbulan dipotong pajak untuk negara?
Potongan pajak saya 3% dari Rp 2 juta.
JAWABAN:
Perkenankan saya, Chessa Ario Jani Purnomo selaku advokat/kuasa hukum pajak serta Kepabeanan dan Cukai pada Ario, Basyirah & Partners Law Firm (ABP Law Firm, Tangerang Selatan) dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pamulang, Tangerang Selatan.
Saya asumsikan pertanyaan di atas sebagai pajak penghasilan (PPh) terhadap orang pribadi (OP) dan status lajang. Dalam hal ini, OP atau individu merupakan subjek pajak dan penghasilan yang diterima OP dalam bentuk upah/gaji. Sampai sini, tarif pajak (tax tariff) selalu menyasar kepada penghasilan kena pajak (PKP) dan berdasarkan undang-undangyang dijiwai asas hukum pajak yang berbunyi “pajak tanpa undang-undang adalah perampokan” (no taxation without representation).
Sehubungan dengan pertanyaan anda, penulis menjawab secara cepat bahwa penghasilan (income) yang anda terima merupakan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dan tidak dilakukan pemotongan PPh oleh pemberi kerja atau perusahaan menurut ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Adapun, argumentasinya sebagai berikut.
Kesatu, tidak semua penghasilan (income) yang diterima oleh subjek pajak diperlakukan sebagai objek pajak dan dikenakan tarif pajak sebagaimana ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf a UU HPP yang berbunyi, “Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling sedikit: Rp. 54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi” atau dengan kalimat lain PTKP per bulan Rp. 4.500.000,00.
Hal ini senada dengan ketentuan Pasal 1 huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Kedua, kapan penghasilan (income) diperlakukan sebagai objek PPh dan dikenakan tarif pajak ketika sampai dengan Rp. 60.000.000,00 per tahun dan 5% atau seterusnya secara progresif sebagaimana ketentuan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU HPP.
Ketiga, ketentuan-ketentuan perpajakan di atas dapat dijelaskan menurut pendekatan ability to pay sebagai turunan prinsip keadilannya Adam Smith-salah satu the four maxim dalam magnum opus-nya berjudul “The Wealth of Nations”.
Konsep ability to pay menurut Haula dan Irianto (2012: 189) bahwa wajib pajak perorangan diberikan pembebasan atau pengurangan (personal exemption) yang dianggap sebagai biaya untuk memungkinkan yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk menghasilkan.
Sebaliknya, jika wajib pajak tidak dapat menghasilkan karena tidak ada batas biaya hidup minimal maka tidak ada objek pajak penghasilan-dan karenanya tidak ada pajak yang masuk ke kas negara.
Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat memberi kesimpulan bahwa penghasilan yang anda terima per bulan Rp. 2.000.000,00 dan apabila dikali 12 bulan sama dengan Rp. 24.000.000,00 per tahun lebih kecil dari nilai PTKP sehingga seharusnya nihil alias tidak terutang PPh.
Semoga jawaban dari penulis dapat bermanfaat.
Salam,
Chessa Ario Jani Purnomo, S.H., M.H., M.A.
Advokat/Kuasa Hukum Pajak dan Kepabeanan dan Cukai pada Ario, Basyirah & Partners Law Firm
Tentang detik’s Advocate
detik’s Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Kami harap pembaca mengajukan pertanyaan dengan detail, runutan kronologi apa yang dialami. Semakin baik bila dilampirkan sejumlah alat bukti untuk mendukung permasalahan Anda.
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
(asp/yld)