Jakarta –
Kejaksaan Agung (Kejagung) berbicara mengenai Teori Kesengajaan terkait kasus pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti dengan terdakwa Gregorius Ronald Tannur. Lalu, apa yang dimaksud dengan teori tersebut?
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, awalnya menjelaskan pasal berlapis yang disusun dalam dakwaan jaksa kepada Ronald Tannur. Jaksa tidak hanya mendakwa Ronald dengan pasal 338 KUHP atau pasal pembunuhan.
“Jadi begini kalau kita lihat pasal dakwaan jaksa disusun berlapis. Ada pasal 338 kemudian pasal 351 ayat 3 tentang penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang, ada pasal 359 karena kelalaiannya mengakibatkan matinya orang, ada pasal 351 ayat 1 itu penganiayaan biasa,” kata Harli saat dihubungi detikcom, Selasa (30/7/2024).
Harli mengatakan pihaknya heran usai hakim membebaskan Ronald dari tiap dakwaan jaksa. Vonis itu dinilai janggal saat hasil visum menunjukkan adanya luka robek majemuk yang menjadi penyebab kematian korban.
“Ini nyata dipukul orang ada luka memar di tangan bukan hanya di hati. Kalau kita mau berdebat soal misalnya CCTV yakin apa nggak yakin, tapi nggak (berakhir) bebas. Ya minimal (pasal) 359 karena kelalaiannya,” ujar Harli.
Harli lantas menjelaskan Teori Kesengajaan yang dipakai dalam menyematkan pasal 338 KUHP di kasus Ronald Tannur. Dalam hukum pidana kesengajaan memiliki tiga unsur yaitu kesengajaan sebagai maksud atau opzet als oogmerk, kesengajaan dengan sadar kepastian atau opzeet met zekerheidsbewutstzijn dan kesengajaan dengan sadar kemungkinan atau dolus evantualis.
Dalam kasus Ronald Tannur, kata Harli, unsur dolus evantualis telah terpenuhi. Unsur itu pun telah diperkuat dengan hasil visum di tubuh korban.
“Dolus evantualis itu artinya dalam konteks ini berlaku dengan memukul dengan emosinya lalu dia melindas lalu visum membuktikan. Bahwa itu kalaupun akibat tidak dikehendakinya, tapi dia harus tanggung jawab. Itu namanya dolus evantualis, hanya mereka berdua. Hakim sepakat tidak ada saksi hanya mereka berdua,” terang Harli.
Kejagung menilai hakim mendasari putusan kepada Ronald Tannur berdasar pada pemikirannya sendiri, bukan pada fakta yang tersaji di persidangan.
“Karena hakim hanya mengambil pertimbangan yang didasarkan dari pemikirannya saja bukan fakta persidangan. Seharusnya kalau kita mengacu pada pasal 183 (KUHP) bahwa artinya di situ seseorang bisa dihukum apabila ada dua alat bukti yang membuat hakim menjadi yakin bahwa ada peristiwa pidana dan ada pelakunya,” terang Harli.
“Artinya apabila kita mengacu ke (pasal) 183 walau pembuktian negatif hakim sangat terikat dengan bukti-bukti yang ada di persidangan. Jadi jangan dibalik bahwa berapa alat bukti yang diperoleh karena keyakinannya mendominasi itu nggak boleh. Jadi seharusnya keyakinan hakim dibangun dari alat bukti yang diperoleh dari persidangan,” sambungnya.
Luka Robek Majemuk Penyebab Kematian Korban
Kejagung juga menyinggung perihal luka robek majemuk yang menjadi pertimbangan hakim dalam menilai penyebab kematian korban.
“Kalau kita melihat visum et repertum di sana disebutkan kematian korban itu luka robek majemuk. Nah luka robek majemuk itu apa artinya? Luka robek majemuk itu lebih disebabkan oleh karena benda tumpul,” kata Harli.
Harli mengatakan luka robek majemuk itu menandakan banyak luka yang diderita oleh Dini Sera. Kejagung menilai hasil visum luka robek majemuk itu menandakan adanya penganiayaan yang dilakukan Robert kepada korban.
“Artinya kalau hakim betul dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan, kalau Namanya luka robek majemuk kan ada penganiayaan, ada pemukulan. Dan terdakwa dalam keterangannya dia mengaku melakukan sendirian. Jadi apa ragunya?,” ujar Harli.
Menurut Harli, luka robek majemuk itu menunjukkan adanya pukulan yang diterima oleh Dini Sera. Kejagung mengaku heran atas pertimbangan hakim yang menyebut korban meninggal akibat faktor cairan alcohol.
“Kalau luka robek itu berarti ada pukulan. Kalau katanya karena cairan alkohol apakah cairan bisa menyebabkan luka robek? Kalau cairan itu yang bisa mengakibatkan terbakar, bukan luka robek,” terang Harli.
Hakim sebelumnya menyatakan dakwaan pembunuhan, penganiayaan menyebabkan orang tewas dan kealpaan menyebabkan orang lain mati yang didakwakan jaksa tidak terbukti. Hakim pun membebaskan Ronald Tannur.
Putusan hakim ini memicu protes keras dari keluarga Dini Sera. Jaksa pun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung terhadap putusan tersebut.
(ygs/eva)