Jakarta –
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan yang diajukan oleh warga Bekasi, Leonardo Olefins Hamonangan, terkait diskriminasi dalam lowongan kerja. MK menolak permohonan Leonardo untuk seluruhnya.
Sidang putusan ini digelar di Gedung MK, Rabu (31/7/2024). Dalam pertimbangannya, hakim MK menyebut pasal dalam UUD 1945 yang menjadi batu uji dalam gugatan ini tidak terkait dengan diskriminasi lowongan pekerjaan.
“Pemohon mendasarkan pengujian konstitusionalitas permohonannya dengan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945. Pasal tersebut mengatur hak bagi setiap warga negara untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja, sehingga menurut Mahkamah tidak terkait dengan diskriminasi dalam mendapatkan pekerjaan,” demikian pertimbangan MK seperti dilihat dalam putusannya.
MK mengatakan UU 13/2003 telah menegaskan soal perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja, kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi serta mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarga dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha. MK mengatakan penempatan tenaga kerja memang harus diatur sedemikian rupa sehingga hak-hak dasar buruh hingga kebutuhan dunia usaha bisa terpenuhi.
“Untuk mendukung hal tersebut, maka penempatan tenaga kerja, dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi, juga harus menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum [vide Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) UU 13/2003]. Dengan demikian, pemberi kerja yang menentukan syarat tertentu seperti batasan usia, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan, bukanlah merupakan tindakan diskriminatif. Terlebih, pengaturan mengenai larangan diskriminasi bagi tenaga kerja telah tegas dinyatakan dalam Pasal 5 UU 13/2003 yang menyatakan, ‘Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan’,” ujar MK.
MK pun menilai permohonan tersebut tidak beralasan menurut hukum. Atas dasar itu, MK menolak permohonan pemohon.
“Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar MK.
Dissenting Opinion
Hakim MK Guntur Hamzah menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam putusan ini. Dia menilai MK harusnya mengabulkan sebagian permohonan.
“Mahkamah seharusnya dapat mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian dengan memberikan tafsir terhadap Pasal 35 ayat (1) UU 13/2003 sepanjang frasa “merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan” bertentangan secara bersyarat (conditionally unconstitution) dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “dilarang mengumumkan lowongan pekerjaan yang mensyaratkan usia, berpenampilan menarik, ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik, kebangsaan atau asal usul keturunan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan”. Sehingga Pasal a quo selengkapnya berbunyi “pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja dilarang mengumumkan lowongan pekerjaan yang mensyaratkan usia, berpenampilan menarik, ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik, kebangsaan atau asal usul keturunan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan”. Dengan demikian, menurut saya, Permohonan Pemohon seharusnya dikabulkan untuk sebagian (partially granted),” ucapnya.
(haf/haf)