Jakarta –
Ada beberapa macam Istana Kepresidenan Republik Indonesia. Istana Kepresidenan ini ada yang dibangun sejak masa pemerintahan Hindia-Belanda hingga yang terbaru dibangun di Ibu Kota Nusantara (IKN). Lokasinya pun beragam.
Menghimpun informasi yang dikutip dari laman resmi Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg RI) dan catatan redaksi detikcom, berikut ini serba-serbi Istana Kepresidenan RI yang ada:
Istana Merdeka terletak di Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Istana Kepresidenan ini menghadap ke Taman Monumen Nasional (Monas). Istana Merdeka dibangun pada tahun 1873 di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal James Lindon. Pembangunan Istana Merdeka selesai pada tahun 1879 di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johan Willem van Landsberge dengan menghabiskan biaya sebesar 360.000 gulden.
Pada masa awal pemerintahan Republik Indonesia, Istana Merdeka menjadi saksi penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 27 Desember 1949. Republik Indonesia Serikat diwakili oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sedangkan Kerajaan Belanda diwakili oleh A.H.J. Lovink, Wakil Tinggi Mahkota di Indonesia.
Istana Negara terletak di Jalan Veteran, Jakarta Pusat. Istana Kepresidenan ini menghadap ke Sungai Ciliwung. Istana Negara posisinya membelakangi Istana Merdeka yang menghadap ke Taman Monas dan dihubungkan oleh Halaman Tengah. Lingkungan Istana Negara meliputi beberapa bangunan lain, yaitu Kantor Presiden, Wisma Negara, Masjid Baiturrahim, dan Museum Istana Kepresidenan.
Sejarah Istana Negara awalnya merupakan kediaman pribadi seorang warga negara Belanda yang bernama J.A. van Braam, yang dibangunnnya pada tahun 1796 sampai dengan tahun 1804. Lalu pada tahun 1816, bangunan ini diambil alih oleh pemerintah Hindia-Belanda, dan digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta kediaman para Gubernur Jenderal Belanda.
Setelah proklamasi kemerdekaan, Istana Negara menjadi saksi sejarah atas penandatanganan naskah Persetujuan Linggarjati pada Selasa, 25 Maret 1947. Setahun kemudian, pada 13 Maret 1948, Istana Negara kembali menjadi tuan rumah untuk pertemuan empat mata antara Wakil Presiden Mohammad Hatta dan Letnan Gubernur Jenderal Dr. Hubertus J. van Mook.
Istana Kepresidenan Bogor terletak di Jalan Ir. H. Juanda No.1, Kelurahan Paledang, Kecamatan Kota Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat. Sejarah Istana Kepresidenan Bogor bermula dari pencarian orang-orang Belanda yang bekerja di Batavia terhadap tempat huni atau peristirahatan pada tahun 1744. Kemudian pada tahun 1745, Gubernur Jenderal van Imhoff memerintahkan pembangunan atas tempat tersebut dan diberi nama Buitenzorg.
Pada masa penjajahan Belanda, Istana Kepresidenan Bogor memiliki fungsi utama sebagai tempat peristirahatan. Namun, setelah masa kemerdekaan Republik Indonesia, seperti fungsi istana-istana kepresidenan lainnya, fungsi istana berubah menjadi kantor urusan kepresidenan serta menjadi kediaman resmi Presiden Republik Indonesia.
Istana Kepresidenan Yogyakarta terletak di ujung selatan Jalan Akhmad Yani (sebelumnya bernama Jalan Malioboro), Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta. Istana Kepresidenan Yogyakarta ini juga dikenal dengan nama Gedung Agung atau Gedung Negara.
Sejarah Istana Kepresidenan Yogyakarta bermula dari rumah kediaman resmi seorang Residen Ke-18 di Yogyakarta (1823-1825) bernama Anthonie Hendriks Smissaert, yang sekaligus merupakan penggagas pembangunan Gedung Agung ini. Gedung itu didirikan pada bulan Mei 1824 di masa penjajahan Belanda.
Istana Kepresidenan ini pernah menyandang fungsi sebagai pusat pemerintahan Republik Indonesia selama masa revolusi. Pada masa kemerdekaan Republik Indonesia, Istana Kepresidenan Yogyakarta adalah kantor dan kediaman resmi Presiden Republik Indonesia.
Istana Kepresidenan Cipanas terletak di kaki Gunung Gede, Kecamatan/Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Sejarah Istana Cipanas dibangun pada tahun 1742 di masa Gubernur Gustaaf Willem Baron Van Imhoff. Pembangunan istana ini selesai dilakukan pada tahun 1746.
Pada masa penjajahan Belanda, gedikit Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang menggunakan tempat ini untuk rumah singgah karena perjalanannya yang melelahkan. Fungsi Istana Cipanas sendiri hanya digunakan sebagai tempat istirahat para pejabat tinggi negara.
Istana Kepresidenan Tampaksiring berada di Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar Pulau Bali. Istana Tampak Siring merupakan satu-satunya Istana Kepresidenan yang dibangun setelah Kemerdekaan Republik Indonesia.
Sejarah Istana Tampak Siring dibangun pada tahun 1957 sampai dengan tahun 1960. Istana Kepresidenan ini berdiri atas prakarsa Presiden Soekarno, yang menginginkan adanya tempat peristirahatan bagi Presiden Republik Indonesia beserta keluarga dan juga bagi tamu-tamu negara yang berkunjung ke Bali.
Fungsi utama Istana Kepresidenan Tampaksiring sejak awal adalah sebagai tempat peristirahatan bagi Presiden Republik Indonesia beserta keluarga dan bagi tamu-tamu negara. Pertimbangan pemilihan lokasi Tampaksiring udara yang sejuk serta letaknya yang jauh dari keramaian kota sehingga dinilai cocok sebagai tempat peristirahatan.
Istana Kepresidenan terbaru ada Istana Garuda di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur (Timur). Kantor Presiden Republik Indonesia di IKN ini diberi nama Istana Garuda, sementara Kompleks Istana Kepresidenan merupakan Istana Negara.
Lokasi Istana Garuda berada tepat di belakang Istana Negara pada dataran lahan yang lebih tinggi. Bangunan tersebut menjadi tempat untuk Presiden berkantor. Bentuk desain Istana Negara di IKN ini berupa burung garuda yang sedang mengepakkan sayap karya dari Nyoman Nuarta.
(wia/imk)