Jakarta –
Tim relawan Emergency Rescue Committee (MER-C) tiba di Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Bait Lahiya, Gaza Utara, Palestina. Mereka akan bertugas selama satu bulan untuk memberi pertolongan medis.
Ketua Presidium MER-C Sarbini Abdul Murad mengatakan, tim relawan yang berjumlah tujuh orang itu awalnya berangkat dari Indonesia ke Jordania tanggal 29 Juli 2024 dan tiba esok harinya. Tim relawan baru tiba di RS Indonesia yang berada di Gaza pada 9 Agustus.
“Tim masuk Gaza tanggal 7 (Agustus), kemudian tiba (di RSI) pada Jumat (9/8) bersama konvoi PBB. Selama perjalanan tim melewati jalan yang sudah rusak dan gedung-gedung yang hancur,” kata Sarbini kepada wartawan di Kantor MER-C, Senin (12/8/2024).
Sarbini mengatakan tim relawan harus melewati pemeriksaan ketat sebelum bisa tiba di RS Indonesia. Mereka harus melewati pemeriksaan di beberapa pos check point yang didirikan militer Israel.
“Ini satu hal yang sangat luar biasa bagi mereka, yang biasanya dari (Gaza) selatan ke (Gaza) utara dari mereka tinggal ke Rumah Sakit Indonesia paling-paling 30-40 menit. Tapi kemarin mereka dari jam 8 sampai jam 13, begitu lama yang mereka lakukan dalam proses perjalanan karena harus checkpoint, harus mendapatkan lampu hijau dari Israel,” jelasnya.
Ketujuh relawan MER-C itu terdiri dari empat dokter spesialis, satu liaison officer, satu relawan nonmedis dan satu relawan lokal. Mereka menginap di RSI sebab wisma wisma dr. Joserizal, tempat tim seharusnya menginap masih dalam kondisi rusak.
“Tim akan bertugas selama kurang lebih satu bulan di RS Indonesia untuk membantu pelayanan medis bagi para pasien, serta assessment lanjutan kondisi RS Indonesia. Sementara tiga relawan MER-C lainnya masih bertugas di Gaza bagian Tengah,” lanjut dia.
Sampai saat ini MER-C melaporkan sudah mengirimkan 5 EMT (Emergency Medical Team). Mereka dikirimkan bertahap dan rotasi ke Jalur Gaza dengan total relawan sebanyak 34 orang.
“Sudah 34 orang relawan dari pusat. Ini merupakan komitmen kuat kami, MER-C, untuk terus membantu menangani korban-korban terutama korban-korban luka yang diakibatkan oleh serangan Israel, yang biasanya dari EMT 1 sampai EMT 4. Mereka itu bertugas di Rumah Sakit Al-Nasser dan beberapa rumah sakit yang lain yang ada di Gaza Selatan,” jelasnya.
“Jadi Israel dalam ini melarang kami untuk bisa melakukan tindakan-tindakan operasi di Rumah Sakit Indonesia di utara, dilarang. Tapi kira-kira 3 minggu yang lalu saya tidak tahu bagaimana lobi WHO dengan pemerintahan Israel sehingga kita bisa mengirimkan satu liaison officer ke sana untuk meninjau pemulihan Rumah Sakit Indonesia yang ada di Gaza Utara. Ini satu hal-hal yang bagus sekali,” imbuh dia.
(ygs/ygs)