Jakarta –
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh hakim konstitusi Anwar Usman. Namun, PTUN menolak gugatan Anwar Usman terkait permintaan menduduki kembali jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
“Menyatakan tidak menerima permohonan penggugat untuk dipulihkan/dikembalikan kedudukannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028 seperti semula,” demikian petikan putusan PTUN yang dikirimkan Humas MK Fajar Laksono, Selasa (13/8/2024).
Gugatan dari Anwar Usman itu teregistrasi dengan nomor perkara 604/G/2023/PTUN.JKT. Anwar Usman sebagai penggugat dan Ketua MK saat ini, Suhartoyo, sebagai pihak tergugat.
PTUN juga menyatakan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK tidak sah. PTUN memerintahkan surat keputusan MK Nomor 17 tahun 2023 yang menjadi dasar pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK untuk dicabut.
“Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Dr. Suhartoyo, S.H, M.H. sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028,” katanya.
“Mewajibkan tergugat untuk mencabut Keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Dr. Suhartoyo, S.H, M.H. sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028,” sambung bunyi putusan tersebut.
Dalam putusan itu PTUN juga mengabulkan gugatan dari Anwar Usman yang meminta pemulihan nama baiknya sebagai hakim konstitusi.
“Menyatakan mengabulkan permohonan Penggugat untuk dipulihkan harkat dan martabatnya sebagai hakim konstitusi seperti semula,” katanya.
Sementara itu permohonan Anwar Usman yang meminta sejumlah uang kepada Suhartoyo juga ditolak. Dalam gugatannya diketahui Anwar Usman meminta Rp 100 rupiah tiap harinya kepada Suhartoyo selaku tergugat apabila abai menjalankan putusan PTUN.
“Menyatakan tidak menerima permohonan penggugat agar menghukum tergugat untuk membayar uang paksa sebesar Rp. 100,- (seratus rupiah) perhari, apabila tergugat lalai dalam melaksanakan putusan ini, terhitung sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde),” demikian bunyi petikan putusan PTUN.
(ygs/jbr)