Bandung –
BMKG menyebut megathrust Nankai yang menjadi sumber gempa berkekuatan magnitudo 7,1 di Jepang mirip dengan dua megathrust yang ada di Indonesia. Kepala Tim Geologi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Geologi Agus Budianto memberikan pandangan.
Agus Budianto mengatakan potensi gempa megathrust bisa terjadi di hampir seluruh belahan dunia. Namun yang pasti, Agus menyebut tidak ada yang bisa memprediksi gempa itu terjadi.
“Dari tinjauan geologi kita, bahwa bumi jelas adalah di antara subduksi beberapa lempeng yang bertemu itu pasti ada pelepasan energi yang tiba-tiba. Terus kapan dan berapa besar?,” kata Agus saat diwawancarai di Kantor Badan Geologi Bandung, dilansir detikJabar, Rabu (14/8/2024).
“Itu mungkin bisa dihitung semuanya. Dan, informasi yang terkait megathrust itu, sebenarnya itu wajar dikeluarkan semua dan mungkin terjadi di sini (Indonesia) dan seluruh dunia,” sambungnya.
Agus tidak menyoroti soal potensi dari besarnya guncangan gempa megathrust. Yang terpenting, menurutnya, bagaimana masyarakat dan pemerintah menyikapi potensi terjadinya megathrust tersebut.
“Persoalannya bagaimana kita menyikapi informasi itu jika kita tidak bisa memprediksi waktu dan berapa besarnya,” tegasnya.
Untuk memitigasi adanya potensi gempa bumi, Agus menyebut Badan Geologi telah membuat peta kawasan rawan bencana gempa bumi yang di dalamnya terdapat nilai percepatan pergerakan tanah dan dikonversi ke besaran guncangan yaitu MMI dengan skalanya 1-12.
Sebelumnya, Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengatakan kekhawatiran ilmuwan Jepang terhadap Megathrust Nankai saat ini sama persis yang dirasakan dan dialami oleh ilmuwan Indonesia. Dia mengatakan ada 2 zona megathrust di wilayah Indonesia.
“Kekhawatiran ilmuwan Jepang terhadap Megathrust Nankai saat ini sama persis yang dirasakan dan dialami oleh ilmuwan Indonesia, khususnya terhadap ‘Seismic Gap’ Megathrust Selat Sunda (M 8,7) dan Megathrust Mentawai-Suberut (M 8,9). Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini boleh dikata ‘tinggal menunggu waktu’ karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar,” kata Daryono dalam keterangan tertulis, Rabu (14/8/2024).
Daryono mengatakan BMKG sudah menyiapkan system monitoring, processing, dan diseminasi informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami yang semakin cepat dan akurat sebagai langkah antisipasi dan mitigasi. Dia menjelaskan upaya edukasi yang dilakukan BMKG.
“BMKG selama ini memberikan edukasi, pelatihan mitigasi, drill, evakuasi, berbasis pemodelan tsunami kepada pemerintah daerah, stakeholder, masyarakat, pelaku usaha pariwisata pantai, industri pantai, dan infrastruktur kritis (pelabuhan dan bandara pantai) yang dikemas dalam kegiatan Sekolah Lapang Gempabumi dan Tsunami (SLG), BMKG Goes To School (BGTS) dan Pembentukan Masyarakat Siaga tsunami (Tsunami Ready Community),” ucapnya.
Baca selengkapnya di sini dan di sini
(idh/imk)