Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (PT RBT), Suparta, didakwa terlibat kasus korupsi pengelolaan timah yang merugikan keuangan negara Rp 300 triliun. Jaksa mengatakan Suparta menerima bagian Rp 4,5 triliun terkait kasus korupsi tersebut.
Sidang dakwaan Suparta digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2024). Suparta diadili bersama satu tersangka lain di kasus korupsi Timah yakni Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin, namun dalam berkas dakwaan terpisah.
Jaksa mengatakan Suparta bersama-sama dengan Harvey Moeis dan Reza melakukan pembelian dan pengumpulan bijih timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah. Dalam kasus ini, Harvey Moeis juga bertindak sebagai perwakilan PT RBT dalam kerja sama sebagai smelter swasta dengan PT Timah Tbk.
Suparta, Reza dan Harvey membentuk perusahaan boneka atau perusahaan cangkang untuk melakukan pembelian bijih timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah. Perusahaan boneka itu dijadikan seolah-olah sebagai jasa mitra pemborongan yang akan diberikan surat perintah kerja (SPK ) pengangkutan oleh PT Timah Tbk, kemudian dilanjutkan untuk disuplay terkait pelaksanaan kerja sama program sewa peralatan processing pelogaman timah.
“Terdakwa Suparta bersama-sama Harvey Moeis dan Reza Ardiansyah melakukan pengendalian keuangan terhadap perusahaan boneka/cangkang yang digunakan pengiriman bijih timah ke PT Timah, Tbk dengan cara antara lain memerintahkan Peter Cianata maupun Adam Marcos untuk menandatangani cek kosong tanpa nominal di mana cek kosong yang ditandatangani tersebut dipergunakan untuk kepentingan pencairan uang atas pengiriman bijih timah di PT Timah, Tbk,” ujar jaksa.
Jaksa mengatakan kesepakatan harga sewa peralatan processing pelogaman timah dilakukan dengan harga yang lebih mahal, tanpa feasibility study dan kajian tanggal mundur (back date). Kesepakatan harga sewa peralatan processing pelogaman timah itu yakni USD 3.700 per ton SN di luar harga bijih timah yang harus dibayar oleh PT Timah Tbk kepada CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, sementara khusus PT Refined Bangka Tin diberi penambahan insentif sebesar USD 300 per ton SN sehingga nilai kontrak khusus untuk PT Refined Bangka Tin menjadi sebesar USD 4.000 per ton SN.
“Terdakwa Suparta bersama-sama Harvey Moeis dan Reza Ardiansyah melalui PT Refined Bangka Tin menerima pembayaran atas kerjasama sewa peralatan processing penglogaman timah dari PT Timah, Tbk yang diketahuinya bahwa pembayaran tersebut terdapat kemahalan harga,” ujar jaksa.
Jaksa mengatakan Suparta dan Reza menunjuk Harvey mewakili PT RBT untuk melakukan pertemuan dengan PT Timah bersama 27 pemilik smelter swasta lainnya. Pertemuan itu membahas terkait permintaan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021 dan Alwin Albar selaku Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk periode April 2017-Februari 2020, soal bijih timah 5 persen dari kuota ekspor smelter swasta.
“Untuk membahas permintaan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Alwin Akbar atas bijih timah sebesar 5% dari kuota ekspor smeltersmelter swasta tersebut karena bijih timah yang diekspor oleh smelter-smelter swasta tersebut merupakan hasil produksi yang bersumber dari penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk,” ujarnya.
Jaksa mengatakan Suparta dan Reza mengetahui dan menyetujui tindakan Harvey Moeis yang meminta pembayaran biaya pengamanan sebesar USD 500 hingga USD 750 per ton, yang seolah-olah dicatat sebagai coorporate social responsibility (CSR) dari smelter swasta yang bekerja sama dengan PT Timah. Mereka juga menyetujui tindakan Harvey yang menginisiasi kerja sama sewa alat processing untuk penglogaman timah smelter swasta yang tak memiliki competent person (CP) dan tak tertuang di RKAB PT Timah maupun smelter swasta tersebut.
Smelter swasta yang dimaksud adalah CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa. Lalu, Suparta dan Reza juga mengetahui dan menyetujui penerbitan SPK yang dilakukan Harvey dengan smelter swasta yang bertujuan melegalkan pembelian bijih timah.
“Terdakwa Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin dan Reza Ardiansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin mengetahui dan menyetujui tindakan Harvey Moeis bersama smelter swasta yaitu CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa menyepakati dengan PT Timah Tbk untuk menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk dengan tujuan melegalkan pembelian biji timah oleh pihak smelter swasta yang berasal dari penambangan ilegal di IUP PT Timah Tbk,” tutur jaksa.
Jaksa mengatakan Suparta juga mengetahui dan menyetujui tindakan Harvey menerima duit ‘pengamanan’ yang dijadikan seolah dana CSR dari smelter swasta lewat money changer milik Helena Lim yakni PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE). Jaksa mengatakan kasus ini telah memperkaya Suparta melalui PT RBT sebesar Rp 4.571.438.592.561,56 (triliun).
“Memperkaya terdakwa Suparta melalui PT Refined Bangka Tin setidak-tidaknya sebesar Rp 4.571.438.592.561,56,” kata jaksa.