Jakarta –
Gelak tawa anak-anak terdengar di antara rerimbunan tanaman hidroponik. Mereka melewati kolam ikan, burung-burung, serta kelinci yang tengah makan di dalam sangkar. Jalan setapak yang mereka lewati bukanlah jalur sembarangan. Oleh beberapa warga, area itu dinamai kebun ikonik yang berada di Kampung Iklim Gang Hijau Cemara, kecamatan Koja, Jakarta Utara.
Apa yang anak-anak itu lihat saat ini ternyata jauh berbeda dengan kondisi sebelumnya, sekitar 8 tahun lalu. Menurut penuturan warga setempat, gang ini pernah dikenal sebagai tempat yang kumuh, penuh sampah, berikut dengan polah penduduk yang sarat dengan premanisme dan kenakalan remaja.
Namun kondisi ini perlahan berubah. Oleh Dani Arwanto, gang sempit nan kumuh itu disulap menjadi kawasan hijau berseri. Pria asal Garut yang tinggal di kawasan itu sejak 1999 lalu menginisiasi kegiatan Kelompok Tani Cemara. Perkumpulan warga ini jadi cikal bakal hijaunya gang di kecamatan Koja, Jakarta Utara itu.
Pada awalnya, Dani mengaku resah dengan pergaulan anak-anak muda di tempat tinggalnya. Ia menyayangkan kreativitas dan tenaga mereka yang sejatinya bisa diarahkan pada kegiatan yang lebih positif.
“(Dulu, di sini) ada narkoba, judi, lalu minum minuman keras, bahkan tawuran juga di sini tempatnya. Dengan bebasnya, dengan urakan, lalu tingkat kriminalitas yang tinggi, serta ya kenakalan anak-anak remaja itu menjadi acuan kita untuk membangun, memperbaiki lingkungan dan sosial di sini,” terang Dani di program Sosok Detikcom.
Dani pun memulai ikhtiarnya dengan mempercantik lingkungan gang. Mula-mula, sampah yang berserakan mesti disingkirkan. Lalu, Dani juga membiasakan diri menyortir dan mendaur ulang sampah. Tak lupa, ia sesekali mengajak para tetangga untuk turut membersihkan lingkungan gang bersamanya.
Langkahnya menjadi lebih mudah saat Dani terpilih menjadi Ketua RT. Ia pun membentuk Kelompok Tani Cemara. Mula-mula kegiatan yang dilakukan adalah urban farming, atau budidaya tanaman pada lahan terbatas. Kemudian, Dani juga mengembangkan bank sampah, serta melakukan budidaya maggot, ikan hias, dan ikan konsumsi.
Tak berhenti di situ, Dani juga merambah dunia pendidikan untuk memperkenalkan pendidikan lingkungan sejak usia dini. Bersama dengan warga setempat, ia mendirikan Green PAUD Cemara.
Dani bertutur, pendidikan ini tidak dipungut biaya sepeser pun. Namun, setiap wali murid wajib menyetorkan sampah minimal 2 kg per bulan untuk ditabung di bank sampah yang dikelola Gang Hijau Cemara. Menurut Dani, sistem tersebut merupakan salah satu langkah untuk mengedukasi warga setempat soal mengolah sampah.
“Sistem di sini kan kita nggak dipungut biaya, bayaran, iuran bulanan. Tapi, kita mengedukasi mereka untuk mengumpulkan sampah 2 kg sebulan. Tapi dengan sistem tabungan. Tabungan sampah yang dikelola oleh wali murid dan disetorkan ke bank sampah induk yang kami kelola,” jelas Dani.
Prinsip berkelanjutan dipegang erat oleh Dani. Melalui pengolahan sampah, ia dan warga setempat mampu membuat pupuk organik untuk kebun yang dikelola. Tak hanya itu, pelet ikan, dan pakan burung pun juga terbuat dari olahan sampah organik. Lebih lanjut, hasil olahan sampah tersebut juga bisa dijual untuk menambah penghasilan warga setempat.
“Nah kebetulan, pengolahan sampah ini sangat erat dengan pertanian. Ketika kita butuh pupuk, sampai saat ini, jarang beli pupuk. Bahkan kita jual pupuk. Bahkan ketika kita susah untuk membeli pelet, tapi dengan adanya sampah kita bisa buat pakan ikan sendiri. Bahkan kita bisa jual juga. Dengan permasalahan sampah yang kita alami, menjadi satu modal utama buat kita,” tutur Dani.
Berkat konsistensinya, Dani melihat perubahan di gang yang kini dikenal sebagai Gang Hijau Cemara itu. Perlahan-lahan, ia mengamati kesadaran warga akan lingkungan asri terus meningkat. Tiada lagi sampah menggunung di sudut-sudut gang. Sebaliknya, tanaman hijau nampak menghiasi sebagian besar rumah-rumah mungil warga.
Perubahan tersebut sungguh berarti untuk Dani. Namun, ada nilai lebih yang ia syukuri. Yakni, berkurangnya kecenderungan anak muda dalam kegiatan-kegiatan negatif di tempat tinggalnya. Kini, Gang Hijau Cemara adalah lingkungan tidak hanya elok dipandang, namun juga nyaman dan aman untuk anak-anak.
“Perubahan di sini mungkin dari sosial, ya. Sosial, kita punya lingkungan baik untuk anak-anak juga kita bermain juga nyaman,” ungkap Dani.
Atas inisiasinya ini, Dani mendapat anugerah Kalpataru 2023 di kategori Perintis Lingkungan. Anugerah ini mendorong Dani untuk membantu daerah-daerah lain menerapkan urban farming seperti yang dilakukannya di Gang Hijau Cemara.
“(Kami) jadi tambah semangat untuk mengedukasi massa. Kalau kita bekerja sama dengan banyak orang, banyak pihak, apalagi kolaborasi kerja gitu kan. Semua bisa cepat terwujud,” pungkasnya.
(nel/vys)